B ukankah kebersihan itu adalah sebagian dari iman? Pertanyaan ini penting untuk diajukan mengingat saat ini isu kelestarian dan kebersihan lingkungan khususnya yang berkaitan dengan sampah masih belum mendapatkan perhatian yang lebih dalam pembangunan. Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan sampah. Hal ini dipengaruhi kuat oleh efek konsumerisme individu yang menjadi pasar bagi produk-produk industri. Produk-produk hasil produksi industri berupa barang-materi yang telah dikonsumsi oleh individu selalu saja berhujung menjadi sampah.
Pertumbuhan sampah secara kuantitas maupun kualitas, dipengaruhi oleh tiga aspek, antara lain: Pertama, jumlah penduduk: Semakin banyak penduduk, semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. Kedua, keadaan sosial-ekonomi: semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah perkapita sampah yang dibuang. Ketiga, kemanjuan teknologi: kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku semakin beragam, cara pengepakan produk dan produk manufaktur yang semakin beragam.
Kondisi sosial-ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk menjadi fakotr dominan yang mempengaruhi peningkatan sampah. Angka statistik menunjukkan pertumbuhan sampah di kota-kota besar di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan sampah setiap tahun ini dapat menjadi permasalahan sosial baru di tengah masyarakat. Bentuk permasalahan itu dapat dilihat di beberapa kota seperti Bogor (dalam kasus konflik di TPA Bojong) dan Bandung (pada kasus longsoran di TPA Leuwigajah). Dampak yang muncul dari permasalahan tersebut dalam bentuk fisik berupa kerusakan rumah, bangunana dan bahkan korban jiwa. Sedangkan dalam bentuk nonfisik berupa kerugian uang dalam jumlah milliaran rupiah.
Kondisi ini mempertegas apa yang dikatakan Allah dalam Q.S Ar-Rum ayat 41: “…telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Untuk itu, dalam upaya mengurai permasalahan yang dihasilkan dari sampah, setidaknya dapat dilakukan dengan merubah cara pandangan masyarakat terhadap sampah agar tidak lagi takut, benci dan jijik. Hal ini sesuai dengan Pasal 4 UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Dijelaskan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Sampah sebagai sumber daya dapat dipahami sebagai upaya pemanfaatan sampah kembali agar dapat menjadi satu materi (barang) yang berguna.
Dalam banyak hasil penelitian telah ditemukan banyak manfaat yang bisa dihasilkan dari sampah sebagai satu sumber daya yang dapat diolah dan dimanfaatkan kembali. Misalnya saja; sampah organik yang dihasilkan oleh rumah tangga dapat dijadikan sebagai pupuk kompos. Bahkan terdapat satu hasil penelitian menyatakan bahwa sampah organik layak dijadikan sebagai bahan baku produk obat anti-nyamuk. Sedangkan sampah anorganik biasanya diolah kembali untuk dijadikan aksesoris –khusus pada sampah jenis plastik, dapat dicincang kembali dan kemudian dilebur menjadi biji plastik untuk dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan barang-barang yang berasal dari plastik. Ini menjadi pembukti bahwa tidak ada sesuatupun ciptaan Allah SWT di muka bumi ini yang sia-sia. Bahkan dalam kasus sampah yang dianggap tidak memiliki arti lagi ternyata masih dapat dikelola menjadi barang berguna dan bernilai ekonomi.
Meski hasil penelitian dan penemuan tentang manfaat sampah telah banyak diungkapkan, namun dalam kenyataan sehari-hari, masih banyak sampah yang terabaikan dan dilihat sebagai satu materi yang sudah tidak memiliki kegunaan. Pada proses inilah peran serta pemerintah dan ormas islam sangat dibutuhkan untuk dapat mendorong dan mendukung segala bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya pemanfaatan dan daur ulang sampah sebagai wujud menjaga kesinambungan dan kelestarian lingkungan. Terlebih umat islam yang merupakan umat terbaik (khaira ummah) yang diperintahkan Allah untuk selalu menyuruh kepada kebaikan (ma’ruf) dan mencegah diri dari perbuatan munkar (buruk/jahat). Satu dari sekian banyak kebaikan yang harus dilaksanakan oleh umat islam adalah kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan. Perintah ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat Al-Qashash ayat 77. Pada surat ini Allah dengan tegas menyatakan kepada manusia untuk tidak berbuat kerusakan di bumi. Sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Satu dari beberapa program pemanfaatan sampah yang dapat dikembangankan untuk melakukan pemberdayaan masyarakat adalah dengan menggunakan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). Konsep 3R ini pada dasarnya berpusat pada partisipasi masyarakat yang merupakan salah satu syarat dalam usaha pemberdayaan masyarakat. Konsep 3R ini dapat dikembangkan dengan memadukan gerakan dakwah lingkungan berbentuk pengajian sampah. Dari pengabungan dua konsep ini diharapkan akan lahir model pengelolaan sampah berbasis masyarakat secara mandiri dan produktif.
Sebelum sampah dikelola secara mandiri dan produktif, sampah-sampah yang ada harus terlebih dahulu dapat dipisahkan berdasarkan jenisnya. Setelah sampah dipisah sesuai dengan jenisnya, sampah kemudian dibawa ke pengajian sampah untuk ditabung dan dikelola (daur ulang). Sampah-sampah yang mempunyai nilai tersebut kemudia diinvestasikan dalam bentuk tabungan sampah yang nantinya dapat dikonversi dalam nilai satuan rupiah. Di sini nilai guna barang yang sudah menjadi sampah dapat ditingkatkan, yang sebelumnya tidak berguna menjadi barang berguna.
Meski secara defenisi sampah sering diartikan sebagai satu barang (materi) yang sudah tidak berguna dan tidak memiliki manfaat baik secara sosial dan ekonomi. Namun pada kenyataannya, jika sampah dikelola menjadi suatu barang yang berguna, maka sampah dapat menjadi satu potensi ekonomi yang dapat membantu penambahan pendapatan masyarakat (khususnya umat islam). Tidak hanya secara ekonomi, sampah juga dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan dan pengajaran bagi masyarakat melalui pelatihan dan pengeloaan sampah.
Tiga Aspek Penting
Lebih jelas, pengajian sampah ini, pada dasarnya dijadikan sebagai tempat, sarana atau media bagi masyarakat agar mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan sampah. Ada tiga aspek yang menjadi poin penting dalam pengajian sampah yaitu; aspek pertama; memberikan sosialisasi dan wawasan keagaman dengan pendekatan lingkungan. Aspek kedua; sebagai sarana pelatihan bagi kelompok masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan pengelolaan sampah, dan aspek ketiga; sebagai sarana untuk menabung sampah. Ketiga aspek dalam pengajian sampah ini nantinya akan berjalan secara berkelanjutan hingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari pengelolaan sampah baik secara ekonomi dan sosial.
Pada aspek pertama dalam gerakan pengajian sampah diharapkan akan menghasilkan keluaran (out put) berupa peningkatan pengetahuan masyarakat terkait pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dengan ikut serta dalam mendaur ulang sampah. Peningkatan pengetahuan ini akan mempengaruhi perubahan pola pikir masyarakat terkait sampah. Di mana sampah akan dipandang sebagai asset dan modal ekonomi yang dapat membantu peningkatan pendapatan keluarga. Pada pencapaian ini maka akan terjadi perubahan perilaku masyarakat. Sampah tidak akan dipandang lagi sebagai barang yang tidak berguna, jijik dan kotor tetapi akan dipandang menjadi barang berharga sehingga perilaku membuang sampah sembarangan akan semakin berkurang.
Sedangkan pada aspek kedua; diharapakan akan terbentuknya masyarakat yang kreatif dan memiliki skill dalam pengelolaan sampah. Skill dan nilai kreatif ini dibentuk dari pelatihan-pelatihan yang diberikan setiap pengajian dilaksanakan. Tidak hanya berupa pelatihan pengelolaan sampah organik dan anorganik, tetapi pengajian ini juga memberikan pelatihan terkait bagaimana cara memasarkan produk-produk hasil daur ulang sampah yang dikerjakan oleh masyarakat atau kelompok pengajian. Pada konsep ini pengajian tidak lagi sebatas ceramah agama tidak aplikatif dalam menjawab persoalan sosial. Tetapi pengajian sampah ini dibentuk untuk dapat menjawab persoalan sosial-ekologi masyarakat terkait sampah. Sehingga pengajian menjadi sesuatu yang menggerakan tidak menjadi sesuatu yang kosong, hampa dan bersifat seremonial semata.
Untuk aspek ketiga adalah tabungan sampah. Hampir sama dengan model bank sampah, pengajian ini juga menggerakan masyarakat untuk menabung sampah yang memiliki nilai ekonomis. Sampah-sampah yang akan ditabung harus dipisahkan sesuai dengan jenisnya, setelah itu ditimbang dan dihitung sesuai dengan harga yang disepakati untuk satu jenis sampah. Harga tersebut akan dikonversi menjadi nilai rupiah yang kemudian ditabung. Tabungan ini dapat diambil kapan-pun setiap saat masyarakat membutuhkan.
Selain membuka tabungan sampah, pengajian sampah juga nantinya membuka program simpan pinjam bagi peserta tabungan sampah. Program simpan pinjam harus disesuaikan dengan kemampuan peserta berdasarkan kemampuannya dalam menabung sampah setiap minggu. Pembayaran pinjaman tidak dilakukan dengan menggunakan uang tunai. Tetapi juga dibanyar dengan menggunakan sampah yang dikonversi ke dalam satuan rupiah.
Akhirnya dengan adanya gerakan pengajian sampah ini, diharapkan masyarakat –khususnya umat –Islam dapat ikutserta dan berpartisipasi dalam usaha perubahan sosial berbasis lingkungan. Apalagi Al-Qur’an telah meminta kita untuk tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungan. Bukankah apa yang didapatkan dalam pengajian itu harus bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari? (*)
Sumber: mujaiyah.wordpress.com
Penulis adalah Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU)