TAJDID.ID-Medan || Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Dr Maneger Nasution MA mengakui bahwa selama ini keberadaan LPSK sebagai wakil negara yang hadir untuk memberikan rasa aman dan keadilan bagi warganya belum maksimal. Hal itu dikarenakan masih banyak kelemahan LPSK yang perlu dibenahi dan diperbaiki. KedudukanLPSK memang mandiri, tapi tidak disertai dengan wewenang yang memadai.
“Karena itu, untuk perbaikan dan pembenahan tersebut, kedepan LPSK memerlukan paradigm baru perlindungan saksi dan korban,” ujarnya saat tampil sebagai narasumber dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Public Lecture Hukum Pidana Indonesia, dengan tema “Paradigma Baru Perlindungan Saksi dan Korban” yang diadakan LPSK bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU) di Auditorium FH UMSU, Jl. Kapten Mukhtar Basri Medan, Jumat (26/7/2019).
Dalam paparannya Maneger mengatakan, dari perspektif akademis setidaknya ada dua hal bisa dan perlu diupayakan kedepan untuk membenahi dan memperkuat keberadaan LPSK.
Pertama, dengan kembali merevisi UU. Menurutnya, meskipun sudah pernah direvisi pada tahun 2014, namun UU PSK yang berlaku sejauh ini sepertinya masih sangat diskriminatif, yakni cuma terkait kasus kejahatan pidana saja, itupun tidak semua.
Idealnya, kata Maneger, semua bentuk kasus tindaan kejahatan harus terakomodir, termasuk yang terkait dengan kasus perdata dan administrasi. Negara yang maju itu adalah yang melindungi seluruh warganya dari semua ancaman tindakan kejahatan. “Namun persoalannya, itu tergantung dari political-will dari legeslatif (DPR RI) yang wewenang membuat dan merevisi UU, mau gak mereka melakukannya,” kata Maneger.
Kedua, kedepan tidak ada pilihan lain, sebagai negara kepulauan kita tidak cukup melihat persoalan Indonesia dari kacamata Jakarta saja. Artinya, harus diupayakan LPSK itu ada perwakilan di setiap daerah, sehingga dapat maksimal melayani masyarakat.
Terkait hal ini, lanjut Maneger, memang di dalam UU No 13 tahun 2006 dijelaskan bahwa LPSK itu “dapat” dibentuk di daerah. “Tapi justru disitulah persoalannya, dengan adanya kata ‘dapat’ itu maknanya jadi itu tak ada kewajiban. Seharusnya kata “dapat” itu dihilangkan, sehingga ada dasar hukum yang kuat untuk mewajibkan keberadaan LPSK ada sampai ke daerah-daerah,” tegasnya.
Untuk mendukung rencana kembali merevisi UU PSK ini, Maneger mengajak dunia akademik untuk memberikan dukungan, salahsatunya dengan memberikan masukan lewat kajian-kajian akdemik. (*)