Oleh: Syahrul Amsari, Dosen Perbankan Syariah FAI UMSU
Berbicara tentang zakat, tentunya Ummat Islam di seluruh Dunia sudah mengetahui betapa penting dan wajib sebagai Ummat Islam untuk mengeluarkan Zakat atau membayar Zakat karena sudah jelas anjuran untuk membayar Zakat. Salah satunya terdapat dalam Al-Qur’an surah At-Taubah ayat 60 yang artinya “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Dan zakat merupakan bagian dari pilar pokok rukun Islam. Karena zakat sendiri merupakan suatu kewajiban bagi yang mampu (muzakki) untuk dapat diberikan kepada yang tidak mampu (mustahik). Ironisnya, di era Zaman yang serba canggih dan informasi mudah di dapat tetapi masih banyak Ummat islam yang awam dengan Zakat. Bahkan Zakat hanya dikenal saat memasuki bulan Ramadhan, yaitu Zakat Fitrah yang berupa pemberian makanan pokok atau sejumlah uang dengan nominal sesuai harga beras yang dikonsumsi.
Padahal banyak macam Zakat Maal, di jelaskan dalam bukunya Yusuf Qardawi yang berjudul “Hukum Zakat” bahwa Zakat terbagi atas Zakat Penghasilan, Zakat Binatang Ternak, Zakat Emas dan Perak, Zakat Kekayaan Dagang, Zakat Pertanian, Zakat Barang Tambang dan Hasil Laut, Zakat Investasi, Zakat Pencaharian, Zakat Profesi, Zakat Saham dan Obligasi dan lainnya. Yang masing-masing maal sudah memiliki perhitunganya sendiri.
Pengelolaan zakat secara optimal dapat menjadi suatu instrumen dalam meningkatkan ekonomi umat. Berdasarkan hal tersebut, optimalisasi pengelolaan aakat dan pemanfaatanya merupakan potensi strategis untuk menunjang pembangunan perekonomian dalam mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan kesejahteraan di era modern ini.
Keberhasilan zakat itu sendiri tergantung pada pengelolaan dan pemanfaatanya. Penyerahan zakat itu sendiri disarankan melalui Lembaga Amil Zalat (LAZ) resmi baik yang dibentuk oleh Pemerintah maupun Organisasi yang sudah mendapat izin dari Pemerintah agar pemanfaatanya efektif dan tepat sasaran. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan Zakat.
Selain menghimpun dan menyalurkan zakat, amil juga harus mampu menciptakan pemerataan ekonomi umat melalui program-program pemberdayaan yang menggunakan dana Zakat. Dengan demikian kekayaan tidak hanya berputar di satu golongan saja sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Hashr “Supaya harta itu jangan beredar diantara orang-orang kaya saja di antara kamu”.
Hal ini tentunya tidak semudah yang dibayangkan karena perlu juga adanya kerjasama baik Lembaga Amil Zakat dan juga Pemerintan. Yang kemudian tak kalah penting bagaimana menyadarkan ummat bahwa kewajiban Zakat tidak hanya sekedar Zakat pada Bulan Ramadhan yang dikenal dengan Zakat Fitrah.
Saat ini dibanyak Lembaga Amil Zakat baik yang dibentuk oleh Pemerintah maupun Organisasi telah banyak melakukan terobosan guna memanfaatkan Zakat menjadi lebih produktif. Pengelolaan distribusi Zakat yang diterapkan terdapat dua macam kategori yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Penerapan distribusi zakat yang saat ini mengalami perkembangan yang sangat baik, yang diterapkan di Lembaga Amil Zakat yaitu model pemberdayaan secara Produktif.
Adapun Zakat produktif adalah Zakat yang diberikan kepada mustahik (orang kurang mampu) sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha guna meningkatkan pendapatan ekonomi Mustahik serta meningkatnya potensi produktifitas Mustahik. Sedangkan tujuan dari zakat itu untuk mengembangkan nilai ekonomi ummat. Hal ini sulit terwujud, apabila tidak ada peran aktif dari pengelola Zakat (Amil) yang dituntut harus profesional dan inovatif dalam pengelolaan dana zakat.
Yang menjadi pertanyaan adalah “sudah sejauh mana Zakat produktif dikelola”?. Dalam hal ini penulis memberikan salah satu contoh Lembaga Amil Zakat yang secara efektif dan profesional dalam pengelolaan Zakat secara produktif dan juga salah satu Lembaga Amil Zakat Nasional yang telah mendapatkan Izin dari pemerintah melalui Kementrian Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK Nomor 457/21 November 2002 yaitu Lembaga Amil Zakat Infak Sedekah Muhammadiyah atau yang disingkat LAZISMU.
LAZISMU didalam pengelolaan Zakat terbagi atas dua macam yaitu penyaluran Zakat konsumtif dan Penyaluran Zakat Produktif. Dalam penyaluran Zakat dilaksanakan berdasarkan analisi kebutuhan sasaran yang berorientasi pada upaya pembentukan masyarakat mandiri yang kesemuanya sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang peruntukanya kepada delapan asnaf seperti Al-fuqara, Al Masakin, Al Amilin, Muallaf, Dzur Riqob, Al Gharimin, Fi Sabilillah, Ibnu Sabil. Ada tiga pilar kebijakan program yang dilakukan LAZISMU agar efektif dalam penggunaa Zakat yang menjadi sasaran utama, tiga pilar tersebut yakni: Pendidikan & Kesehatan, Ekonomi, Kemanusiaan Dakwah & Sosial.
Dalam menyalurkan Zakat secara Produktif LAZISMU memiliki misi untuk menciptakan kehidupan social Ekonomi Umat yang berkwalitas sebagai benteng atas problem kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan kepada masyarakat melalui berbagai Program yang dikembangkan. Untuk mencapai misinya tersebut, LAZISMU membuat kebijakan strategis dalam pendayagunaan Zakat Produktif, diantaranya; Prioritas penerima manfaa adalah kelompok Fakir, Miskin dan Fisabilillah, Pendistribusian Zakat secara terprogram, terncana dan terukur serta melakukan sinergi dengan pihak-pihak terkait.
Adapun salah satu program LAZISMU yang menggunakan dana ZAKAT secara produktif adalah Program “Perempuan Berdaya”. Perempuan berdaya adalah gerakan pemberdayaan perempuan melalui pengembangan usaha ekonomi berbasis keluarga. Diamana dalam menjalankanya melalui strategi pengembangan usaha bersama (usaha kelompok perempuan). Yang juga merupakan salah satu bentuk komitmen dan tanggung LAZISMU untuk berperan aktif dalam upaya peningkatan kualitas kehidupan perempuan dalam berbagai aspek termasuk aspek mental dan ekonomi.
Begitu juga dengan Lembaga Amil Zakat lainya yang ada di Indonesia seperti BAZNAS, Dompet Dhuafa, Rumah Zakat dan lainya dalam mengelolaan Zakat sudah banyak untuk sektor-sektor yang produktif dengan harapan yang awalnya Mustahik dengan adanya Zakat Produktif mampu menjadi Muzakki atau minimal menambah ekonomi keuangan keluarga.
Oleh karena itu dalam menyalurkan Zakat agar penggunaanya efektif dan kebermanfatanya secara luas dan berjangka panjang diharapkan kepada masyarakat khususnya ummat Muslim dalam menunaikan kewajibanya dalam membayar Zakat tidak lagi secara Individu melainkan melalui Lembaga Amil Zakat Nasional yang sudah mendapat izin dari Pemerintah. Hal ini dikarenakan guna menghindari dari penggunaan Zakat yang lebih ter arah dan amanah. (*)
Kenapa harus lembaga tidak individu pak?