Oleh: Maolana Evendi
(Anggota MPI PDM Kab. Tegal)
Beberapa tahun belakangan ada kegelisahan dalam tubuh Muhammadiyah yang disuarakan lewat ungkapan “Muhammadiyah Krisis Ulama” yang sesungguhnya hal itu tidak sepatutnya terjadi dengan melihat jumlah warga atau simpatisan yang belajar di pesantren Muhammadiyah atau luar Muhammadiyah, ditambah adanya satu AUM yang konsen melahirkan ulama Tarjih Muhammadiyah yaitu Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM)
Diantara hal yang agaknya menjadi salah satu penyebab berkurangnya regenerasi Da’i di Muhammadiyah adalah kurang tanggapnya pimpinan Muhammadiyah untuk memberdayakan, memberi tempat dan ruang untuk alumni pesantren dan PUTM agar berkembang. Banyak kasus dimana pengurus Muhammadiyah baik di tingkat ranting, cabang, daerah atau mungkin pusat yang seakan abai pada generasi tersebut.
Sudah menjadi hal yang familiar di banyak kajian Muhammadiyah ditingkat ranting sampai daerah menghadirkan pemateri yang itu-itu saja dan sangat terasa kurangnya penyegaran generasi da’i. Di satu sisi mungkin saja penyampaian da’i yang baru lulus mungkin kurang enak atau agak sulit dipahami, tapi bukankah untuk menjadi ahli membutuhkan latihan? lalu bagaimana jika tidak ada ruang dan kesempatan untuk berlatih?
Hal yang terkadang lebih memprihatinkan adalah kesempatan tersebut justru terkadang diberikan pada da’i yang tidak berideologi Muhammadiyah dan tentu saja lama kelamaan penanaman ideologi yang disampaikan pada jamaah kajian oleh Da’i tersebut adalah ideologi yang dia pegang.
Satu hal yang harus dipahami bahwa lulusan pesantren atau PUTM sekalipun tidak langsung mampu menjadi da’i handal yang bisa terjun di masyarakat secara mandiri, mereka butuh dibukakan jalan dan dibimbing, selayaknya warga persyarikatan terutama senior mereka di Muhammadiyah menjadi bagian yang memberikan ruang untuk berkembang jika menginginkan regenerasi da’i Muhammadiyah tidak mengalami kelesuan seperti sekarang ini.
Ada satu model yang mungkin bisa dicontoh walaupun tentu saja banyak hal yang harus maksimalkan lagi dalam rangka penanaman dan penguatan bermuhammadiyah, di Ranting Kedawung, kecamatan Margasari kajian Kuliah Subuh, menjadi Khotib dan Imam Sholat Jum’at, Idul Fitri dan Idul Adha ditugaskan pada santri yang lulusan atau masih belajar di pesantren dan PUTM saat mereka berada di rumah menggantikan senior mereka yang bertugas di setiap hari nya saat mereka belajar di pesantren dan PUTM.
Kelesuan regenerasi da’i di Muhammadiyah selayaknya disikapi dengan pembenahan untuk mengatasi persoalan ini tidak hanya berhenti pada keresahan pada ungkapan-ungkapan. Pondasi pemikiran serta gerakan yang dicontohkan oleh KH Ahmad Dahlan adalah mencari solusi dan menyelesaikan masalah dengan pemikiran dan gerakan inilah Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi yang berkemajuan.
Satu pandangan yang berkaitan dengan pentingnya regenerasi pernah disampaikan oleh Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, dr. Agus Taufiqurrahman yang berpendapat bahwa Dinamika perubahan zaman yang kian kompleks, meniscayakan hadirkan sosok segar yang memiliki wawasan untuk menghadapi tantangan zaman tersebut.
Peran tersebut menurutnya bisa dimainkan oleh kaum muda. Beliau juga berpesan bahwa “Kemajuan Muhammadiyah di masa depan adalah keberhasilan generasi mereka, tapi jika terjadi kemunduran, itu adalah kesalahan kita yang kurang dalam membimbing penerus kita”. (*)