Touring kini menjadi hobi yang digandrungi berbagai kalangan. Entah itu wong kutho atau wong ndeso, semua bisa menikmati sensasi perjalanan panjang bersama kendaraan kesayangan.
Alasannya pun beragam. Ada yang menjadikan touring sebagai sarana melepas penat. “Healing, dan sebagainya!” begitu alasannya.
Ada juga yang sekadar ingin melarikan diri sejenak dari kerumitan hidup, meski saat pulang, urusan tetap menghadang. Ada yang bercanda, “Bojoku muring-muring, yo ben. Aku tetap touring!” Sayangnya, pulang-pulang tetap disantap omelan istri.
Namun, bagi seorang Muslim, touring bukan sekadar hobi atau pelarian. Touring bisa menjadi jalan untuk menajamkan spiritualitas dan memperkuat hubungan kita dengan Allah. Caranya? Dengan tadabbur (merenungkan ciptaan Allah) dan tafakkur (berpikir mendalam) atas tanda-tanda kebesaran Allah yang kita jumpai di sepanjang perjalanan.
Ayat Touring: Sebuah Refleksi Perjalanan
Allah telah menurunkan “ayat touring” dalam Al-Qur’an yang bisa menjadi renungan bagi setiap pejalan:
“Katakanlah, ‘Berjalanlah di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana Allah memulai penciptaan. Kemudian Allah akan menciptakan kehidupan yang akhir. Sungguh, Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.'” (QS. Al-Ankabut: 20).
Dalam tafsirnya, al-Qurtubi menjelaskan bahwa ayat ini memerintahkan kita untuk berjalan dengan penuh penghayatan, mengambil pelajaran dari apa yang kita lihat. Ketika kita melihat gumpalan awan yang menghiasi langit, gunung-gunung yang menjulang, atau hamparan pemandangan hijau, seharusnya itu menjadi obyek tafakkur. Keindahan alam semesta adalah cerminan kemahakuasaan Allah, yang menguatkan iman kita.
Nouman Ali Khan, seorang dai asal Amerika, pernah berbagi pengalaman serupa. Ketika touring, ia melihat sekawanan ternak yang sama sekali tidak bergeming meski diklakson berulang kali. Hal itu langsung mengingatkannya pada firman Allah:
“Mereka itu seperti hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi.” (QS. Al-A’raf: 179).
Ayat ini adalah gambaran manusia yang tidak mau mendengar nasihat, menutup hati dari petunjuk kebenaran. Nouman merenung, ada manusia yang perilakunya seperti ini, keras kepala seperti hewan ternak. Sebuah pelajaran yang ia petik dari momen sederhana di jalan raya.
Touring Pelan-Pelan: Ruang untuk Renungan
Sayangnya, banyak penghobi touring yang terlalu sibuk dengan kecepatan. Motor digeber seperti pemain tong setan, melesat tanpa memberi ruang untuk menikmati keindahan alam atau merenungi maknanya. Wussss! Hilang sudah peluang untuk tadabbur dan tafakkur.
Padahal, Brooke McAlary dalam bukunya ‘Slow Living” mengajarkan pentingnya memperlambat ritme hidup. Melambat bukan hanya soal laju kendaraan, tetapi juga tentang memberi waktu untuk merenung, kontemplasi, dan menghidupkan kesadaran. Touring yang terlalu cepat hanya menjadikan perjalanan sekadar rutinitas fisik, bukan perjalanan batin.
Ada baiknya kita mengikuti nasihat ini: “Ojo ngebut! Ojo kesusu-susu!” Touring dengan ritme lambat justru memungkinkan kita untuk melihat lebih banyak, merasakan lebih dalam, dan mensyukuri lebih luas.
Mengubah Touring jadi Ladang Amal
Touring bisa menjadi ladang amal yang luas, terutama jika kita menjadikannya sebagai sarana dakwah. Seperti yang dilakukan Bikers Muhammadiyah (BikersMu), yang menjadikan touring sebagai media untuk menyebarkan kebaikan dan pesan Islam. Dengan Visi “Melaju Bersama Dakwah,” touring BikersMu tidak hanya melintasi jalanan, tetapi juga menembus hati banyak orang.
Bayangkan perjalanan melewati Pegunungan Meratus, pedalaman, atau daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau. Touring bisa menjadi kesempatan untuk menyalurkan bantuan, menyebarkan dakwah, dan menjalin ukhuwah. Setiap kilometer yang ditempuh menjadi amal jariyah, setiap putaran roda menjadi saksi perjuangan, dan setiap tetes keringat menjadi investasi akhirat.
Touring Sebagai Refleksi dan Penguatan Iman
Touring tidak hanya sekadar soal jarak, kecepatan, atau motor yang digunakan. Touring adalah perjalanan hati, perjalanan iman. Ayat-ayat Allah di sepanjang jalan adalah pengingat yang nyata tentang kebesaran-Nya.
Jadi, saat Anda merencanakan touring berikutnya, pertimbangkan untuk melambat. Lihatlah alam dengan penuh syukur, renungkan ciptaan Allah, dan jadikan perjalanan itu sebagai ruang untuk mendekat kepada-Nya. Karena pada akhirnya, touring yang sejati bukan hanya soal mencapai tujuan duniawi, tetapi juga perjalanan menuju ridha-Nya. (*)
Bangunjiwo, 11 Januari 2025
Penulis adalah EDH BikersMu Kasihan