Oleh: Siti Nurhaliza
Hari pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 telah selesai diselenggarakan. Saat sekarang di KPU Sumut sedang melaksanakan rekapitulasi penghitungan suara. Meski di beberapa daerah terjadi banjir dan unjukrasa pendukung pasangan calon, namun pelaksanaan Pilkada kali ini dinilai berjalan aman dan lancar.
Semula ada kekuatiran, keserentakan Pilkada di Indonesia dapat dapat memicu konflik horizontal antar pendukung pasangan calon.
Di Sumatera Utara, misalnya, saat debat antarpasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur Sumut, sempat terjadi pelemparan terhadap pasangan calon. Di Tapanuli Tengah, kepolisian terpaksa menghentikan debat karena terjadi baku hantam antarpendukung pasangan calon di atas panggung debat.
Meski terjadi beberapa insiden dan bencana banjir, tapi faktanya masyarakat berbondong-bondong datang ke TPS. Tagline KPU Sumut, ‘’Rakyat Memilih Rakyat Menentukan’’ akhirnya jadi daya dorong masyarakat untuk menentukan pilihannya.
Catatan lain memang terjadinya penurunan angka partisipasi dengan penyebabnya yang tentu bervariasi. Ini menjadi catatan penting bagi KPU Sumatera Utara sebagai bahan evaluasi ke depan.
Damainya Pilkada 2024 di Sumut tersebut patut diapresiasi. Sejumlah deklarasi damai yang digagas KPU di sejumlah daerah Sumut tidak hanya sekadar slogan saja. Rakyat Memilih dan Rakyat Menentukan menjadi roh tersendiri bahwa hak konstitusi ditunaikan tanpa harus berseteru.
Pilihan rakyat memang berbeda, tapi hasil dari proses demokrasi sekali 5 tahun tersebut tidaklah perlu diciderai dengan hal-hal provakatif dan destruktif. Dapat dipastikan, tidak ada satu pun kantor KPU di Sumut ini dibakar atau dirusak massa, sebagaimana yang terjadi di beberapa daerah di tanah air.
Kedewasaan warga Sumut dalam berpolitik dalam Pilkada 2024 patut menjadi role model bagi daerah lain. Meski riak-riak politik sebelum hari pencoblosan berkelindan di jagad sosial media, namun realita di lapangan justeru berlangsung damai.
Adalah hal yang lumrah jika kekalahan tidak dapat diterima, tetapi memaksakan kekalahan harus dimenangkan tentu tidak mendidik masyarakat ke jalan damai demokrasi.
Tulisan ini setidaknya memberikan catatan kecil bahwa damainya Pilkada di Sumut tidak terlepas dari beberapa hal. Penulis mencatat hal yang terpenting yakni penyampaian berbagai regulasi yang massif oleh KPU di berbagai tingkatan dengan saluran digital yang memang menjadi sarana efektif diakses publik.
Akan tetapi yang paling penting bahwa warga Sumatera Utara telah dewasa dalam berpolitik dan dapat jadi tempat untuk berdiskusi dan belajar ber-Pilkada. (*)
Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UMSU