TAJDID.ID~Medan II Forum Dekan Fakultas Hukum & Ketua Sekolah Tinggi Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah (Fordek FH & Ketua STIH PTM) turut angkat bicara terkait keluarnya putusan MK Nomor Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ketentuan ambang batas pencalonan kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024.
Fordek FH & Ketua STIH PTM memberikan apresiasi dan menilai keputusan MK ibarat “oase” di tengah gurun tandus ketidakadilan hukum di negeri ini.
“Putusan MK ini mengobati dahaga panjang rakyat akan keadilan politik hukum, terutama pasca putusan MK yang mengecewakan masyarakat terkait dengan batas usia cawapres kemarin,” ujar Dr Faisal SH MHum, Ketua Fordek FH & Ketua STIH PTM, Selasa (20/8).
” Putusan ini juga menunjukkan bukti kepada masyarakat bahwa masih ada hati nurani pada hakim MK untuk mengawal konstitusi dan menegakkan demokrasi di negara Indonesia,” imbuhnya.
Selain itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utar (FH UMSU) menyebut putusan MK telah meruntuhkan arogansi dan hegemoni partai politik yang hanya dikuasai dan dikendalikan oleh sekelompok orang saja.
“Padahal konstitusi Indonesia telah memberikan legitimasi yang kuat kepada partai politik dalam menentukan kepemimpinan bangsa dan negara, baik tingkat nasional maupun daerah,” tegas Faisal.
Ingatkan KPU
Pasca putusan MK tersebut, Fordek FH & Ketua STIH PTM juga mengingatkan Komisi Penyelenggara Pemilu agar bersikap profesional dan taat terhadap putusan MK dalam menyelenggarak Pilkada Serentak 2024.
“Kita meminta KPU bersikap profesional dan taat dengan segera menyesuaikan peraturan KPU dengan putusan MK ini. Tentunya sesegera mungkin sebagai mana sigapnya respon yang ditunjukkan KPU terhadap putusan MK terkait batas usia capres cawapres kemarin,” ujar Faisal.
“Publik sedang menanti keberanian KPU sesegera mungkin menindak lanjuti putusan MK ini, karena Publik tidak ingin melihat ada proses administrasi yang sengaja diperlambat atau di abaikan dengan alasan dan dalih apapun,” tambahnya.
Fordek FH & Ketua STIH PTM menilai, Putusan MK ini harus disikapi sebagai upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkeadaban. (*)