TAJDID.ID~Medan || Forum Dekan Fakultas Hukum & Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (Fordek FH & STIH PTM Se-Indonesia) mengapresiasi pembongkaran Pagar Laut oleh TNI AL dan para warga (nelayan) yang merupakan tindak lanjut dari perintah Presiden Prabowo Subianto.
Diketahui, dari total panjang pagar 30,16 kilometer yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji, Tangerang, mereka berhasil merobohkan sekitar 2 kilometer.
“Tindakan ini patut di apresiasi,” ujar Dr Faisal SH MHum, Ketua Fordek FH & STIH PTM Se-Indonesia kepada media, Senin (20/1).
“Namun persoalan pemagaran laut tersebut tidak bisa di biarkan dan didiamkan sampai disitu saja. Kasus ini harus diusut tuntas dan di berikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pemagaran laut tersebut,” imbuhnya
Tindakan Pemagaran laut, kata Faisal, jelas suatu pelanggrana hukum, karena memiliki dampak negatif yang meliputi berbagai aspek, baik lingkungan, sosial maupun ekonomi. Dimana tindakan pemagaran laut ini jelas saja menimbulkan dampak terhadap lingkungan bisa berupa kerusakan ekosistem laut, rusaknya habitat alami, seperti terumbu karang, padang lamun, dan mangrove yang menjadi tempat hidup berbagai organisme laut.
Selain itu, juga bisa mengganggu siklus hidrologi dimana aliran air laut dapat terganggu, sehingga memengaruhi ekosistem di sekitar area pesisir.
“Dampak lingkungan lainnya adalah terjadinya pencemaran karena aktivitas konstruksi dan limbah dari pemagaran ilegal dapat mencemari laut,” ungkapnya.
Sementara dampak sosial dari pemagaran laut jelas akan mengurangi akses nelayan tradisional ke area penangkapan ikan yang merupakan sumber penghidupan utama mereka.
“Mereka harus mengeluarkan biaya tambahan untuk mengitari pagar laut tadi, jika harus menangkap ikan di tengah laut.
“Bayangkan berapa liter BBM yang harus di tambah untuk mengitari pagar sepanjang 30 km tersebut,” ujar Faisal.
Oleh karena itu, Fordek FH & STIH PTM Se-Indonesia mendukung Pemerintah dalam hal ini Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mengusut tuntas pelaku pemagaran laut tersebut, dan berharap dilakukan koordinasi terkait para penegak hukum untuk segera melakukan penyidikan secara terbuka terkait dengan Tindakan pemagaran laut ini.
“Kita tidak ingin pembongkaran pagar laut ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk lepas dari tanggung jawab atas perbuatan yang telah mereka lakukan,” tegas Faisal.
Baca juga: Fordek FH & STIH PTM Se-Indonesia Dukung Pembongkaran Pagar Laut
Menurut Faisal, perbuatan pemagaran laut jika dilakukan tanpa izin dapat dipidana.
Ia membeberkan sejumlah ketentuan hukum yang sudah dilanggar dari perbuatan pemagaran laut.
Pertama, melanggar ketentuan Pasal 75, Pasal 75 A UU Nomor 1/2014 tentang “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil” yang berbunyi:
Pasal 75. “Setiap orang yang memanfaatkan ruang dari sebagian perairan pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pula kecil yang tidak memiliki Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
Pasal 75A.: “Setiap orang yang memanfaatkan sumber daya perairan pesisir dan perairan pulau-pulau kecil yang tidak memiliki Izin Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)”.
Kedua, melanggar ketentuan Undang-Udang Nomor 32/2014 tentang Kelautan.
Pasal 49: “Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang laut secara menetap yang tidak memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah)”
Ketiga, melanggar Undang-Udang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga dilanggar.
Pasal 98 ayat 1: “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah.
Keempat, melanggar Undang-Undang Nomor 26/2007 tentang Penataan Ruang.
Pasal 69 ayat 1: “Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”
Pasal 69 ayat 2.: “Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”. (*)