TAJDID.ID~Medan || Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Guntur Rambey berhasil menyelesaikan studinya di Prodi Hukum Program Doktor UMSU.
Dengan sangat meyakinkan,Guntur Rambey sukses mempertahankan penelitian karya ilmiah Disertasi dengan judul “Rekonstruksi Pertanggungjawaban Pidana Pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Berbasis Nilai Keadilan” di hadapan Ketua Sidang Prof Dr Agussani MAP, Promotor Asoc. Prof. Dr. Surya Perdana, S.H., M. Hum, Ko-Promotor Prof. Dr. Muhammad Arifin, S.H., M. Hum, serta tim penguji, Prof. Dr. Triono Eddy, SH., M.Hum, Assoc. Prof. Dr. Farid Wajdi, S.H., M. Hum dan Prof. Dr. Marzuki Lubis, S.H.,
Dalam Sidang terbuka Promosi Doktor ini yang digelar pada Sabtu (10/8/2024) di Aula Kampus Pascasarjana UMSU, Jl Denai 217 Medan., Guntur Rambey yang juga berprofesi sebagai advokat ini mendapat nilai “Terpuji” dan mencatatkan dirinya sebagai lulusan ke delapan Prodi Doktor Hukum UMSU.
Dalam paparan hasil disertasinya, Guntur Rambey mengungkapkan, bahwa Pengaturan pertangungjawaban pidana pada Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, secara normatif tidak terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Jo. Perpres Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Namun demikian, berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana dalam Pengadaan Barang/Jasa pemerintah dalam penegakan hukumnya, memakai Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi.
Kemudian, bentuk Penyalahgunaan Wewenang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ada 2 (dua) bentuk, Pertama, didasarkan kepada jenis pelanggarannya, yaitu jika pelanggaran administrasi yang merugikan uang negara, dapat selesai di tingkat administrasi pemerintahan, Kedua, apabila ditemukan adanya niat jahat (Mens rea) dari pelaku masuk dalam ranah pidana (korupsi), dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
“Jadi, rekonstruksi dalam pertanggungjawaban pidana pengadaan barang/jasa pemerintah yang berbasis nilai keadilan perlu rumusan baru antara lain: Pertama, Perpres menjadi Undang-Undang. Kedua, rumusan ruang lingkup pertanggungjawaban antara perdata dan pidana serta administrasi perlu dibedakan. Dan ketiga, proses penegakan hukum pertanggungjawaban harus menegaskan tentang objek dan subjek yang dapat dimintai pertanggungjawaban,” jelasnya.
Karena itu, melalui hasil penelitiannya Guntur Rambey menyampaikan saran kepada Pemerintah dan pemangku kebijakan agar membuat Undang-Undang khusus tentang Pengadaan barang dan jasa pemerintah, mengingat dalam proses Pengadaan barang dan jasa, pemerintah disebut sebagai pembeli yang terbesar (the largest buyer) di suatu negara. Anggaran, PBJ setiap Tahunnya menurut LKPP sekitar 40% dari APBN dan APBD, digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa.
Selanjutnya, ia juga menyarankan kepada Penegak Hukum dalam melakukan proses penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran hukum pada pengadaan barang dan jasa untuk dapat membedakan bentuk pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para pelaku pengadaan barang dan jasa pemerintah sehingga penerapan hukum yang dilakukan tetap berpedoman pada nilai-nilai keadilan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.
“Disarankan juga kepada Pemangku kebijakan dan kepada semua pihak, pengambil keputusan untuk melakukan Rekonstruksi terhadap regulasi dalam pengadaan barang dan jasa, khususnya terhadap pertanggung jawaban hukum para pelaku Pengadaan barang dan jasa, dengan tetap mengedepankan nilai nilai yang terkandung di dalam Pancasila sebagai norma dasar hukum yang relevansinya berlaku lama di Indonesia,” ujar Guntur Rambey. (*)