TAJDID.ID~Medan || Pimpinan Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PK IMM) Fakultas Hukum UMSU menolak hasil Musyda IMM Ke-XX Caretacer di Hotel Anugrah Ledong Kabupaten Asahan karena dinilai sangat kontroversi.
Berita terkait: Rahmad Taufiq Pimpin IMM Sumut 2024-2026
Ketua Umum PK IMM FH UMSU, Riski Hamdani mengungkapkan, musyawarah ini dianggap ilegal oleh sejumlah peserta dikarenakan pelaksanaannya dibuat secara tertutup oleh DPP IMM tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari keseluruhan peserta.
“Pelaksanaan Musyawarah seharusnya menjadi ajang musyawarah terbuka dan bergembira bagi seluruh kader IMM, bukan malah menjadi ajang pembodohan terhadap Kader,” ujar Riski, Senin (29/7).
“Banyak peserta yang mengaku tidak mendapatkan informasi serta undangan resmi atas keberlanjutan musyawarah yang masih di sekor selama 2 x 60 menit oleh pimpinan sidang, namun secara tiba-tiba di sore hari menjelang maghrib tadi sudah ada Pimpinan Terpilih,” imbuhnya.
Menurut Riski, pelaksanaan Musyda ini menimbulkan banyak pertanyaan terkait keabsahan dari hasil musyawarah yang diambil.
Banyak anggota yang menilai bahwa keputusan-keputusan yang dihasilkan dalam Musyawarah ini tidak berlandaskan serta di nilai bertentangan dengan AD/ART, yang mana Pada BAB V tentang Permusyawaratan Pasal 28 Musyawarah Daerah poin 3 Peserta Musyda berhak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih serta memiliki hak 1 (satu) suara.
“Namun sangat disayangkan seluruh peserta yang berangkat dari daerah-daerahnya untuk mengikuti kegiatan malah dibiarkan terlantar tidak jelas di pelataran Hotel Griya Kota Medan,” kata Riski.
Riski menegaskan, Musyawarah Daerah adalah momen penting bagi organisasi seperti IMM untuk menyusun rencana kerja dan memilih pimpinan baru.
“Oleh karena itu, pelaksanaannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan AD/ART dan keterbukaan agar dapat menghasilkan keputusan yang diterima oleh semua pihak,” pungkasnya (*)