TAJDID.ID~Medan || Pengamat politik, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, upaya membandingkan popularitas dan elektabilitas antara Musarajekshah (Ijeck) dengan Muhammad Bobby Affif Nasution (Bobby) merupakan sesuatu yang tidak relevan dilakukan.
“Membandingkan atau telaah popularitas dan elektabilitas antara Ijeck dan Bobby sangat tak relevan untuk konteks Pilkada Sumatera Utara. Sebab masalahnya adalah anomali demokrasi. Dalam tekad dinasti politik Joko Widodo sudah membuktikan Gibran dan Bobby beroleh karpet merah di dua daerah yang berbeda. Kaesang juga tiba-tiba menjadi Ketum partai menjelang pemilu,” ujar Shohibul, Kamis (25/4/2024).
“Untuk kasus dinasti seperti ini bukan analisis faktor popularitas dan elektabilitas yang dapat dijadikan oleh para analis untuk melihat rivalitas. Melainkan intervensi kekuasaan,” imbuh Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini.
Berita terkait:
- Pengamat: Golkar Akan Terus Tunjukkan Kepasrahan sebagai ‘Dirigen Politik’
- Peta Politik Pilgubsu 2024
- Ijeck dan Bobby Bersaing Jadi Cagub Sumut dari Golkar, Ini Ulasan Pengamat
- Isu “Pembegalan” terhadap Musa Rajekshah Mencuat, Ini Respon Kader PAN Sumut
Menurut Shohibul, Joko Widodo, Gibran dan Bobby tidak salah. Bahkan jika pun, selain Gibran yang sudah Wapres, semua anak dan menantunya yang lain diplot menjadi Kepala Daerah melalui pilkada 2024, tidak ada pelanggaran hukum.
“Mungkin etikalah yang dipersoalkan ketika Joko Widodo dapat dengan mudah memastikan dukungan Pimpinan-pimpinan parpol di Jakarta untuk urusan itu,” sebutnya.
Dosen FISIP UMSU ini mengungkapkan, pengurus partai di daerah hanya menjaring dan merekomendasikan untuk diputuskan oleh pimpinan pusat partai. Dalam tradisi politik Indonesia, yang terjadi adalah transaksi gelap.
“Umumnya hanya dua faktor yang membuat seseorang dapat dicalonkan dalam pilkada. Pertama, seberapa dekat dengan atau seberapa besar pengaruh terhadap pimpinan pusat partai. Kedua, seberapa banyak uang yang dapat dipersembahkan,” pungkasnya. (*)
Popularitas dan elektabilitas itu sangat penting , meskipun ada penekanan dari penguasa jika tidak di kenal masyarakat tidak mungkin memperoleh suara, Penekanan adalah suatu alat yg di beberapa tempat tidak menjadi kebutuhan tapi malah bisa merusak dirinya sendiri jadi dalam Pilkada yg di perlukan adalah sejauh mana dia dekat dengan masyarakat.