Oleh: Shohibul Anshor Siregar
Anomali data dalam pemilu Indonesia diduga menjadi basis utama untuk praktik kecurangan bersifat terstruktur, sistimatis dan massif (TSM).
Misalnya, data jumlah kecamatan dan desa/kelurahan terus menunjukkan anomali itu.
Begitu juga perbandingan jumlah penduduk dengan jumlah daftar pemilih tetap untuk masing-masing periode pemilu.
Selain itu, perbedaan jumlah suara sah antara pileg dan pilpres pada periode yang sama dan antar periode juga menunjukkan anomali.
Memasukkan data jumlah kecamatan, desa/kelurahan dan TPS untuk analisis ini juga sangat menarik. Pada pemilu tahun 1999 jumlah kecamatan 4044, naik menjadi 5.277 pada pemilu 2004 (selisih untuk dua pemilu 1.233). Pada pemilu tahun 2009 naik menjadi 6.651, pada pemilu tahun 2014 menjadi 6.982 dan pemilu tahun 2019 menjadi 7.217.
Sedangkan desa/kelurahan pada pemilu 1999 adalah 69.065, tahun 2004 menjadi 69.859, tahun 2009 menjadi 76.983, tahun 2014 menjadi 81.626 dan pemilu 2019 menjadi 83.477.
Data kecamatan dan desa/kelurahan mungkin berubah seiring pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonomi baru yang kerap bukan saja menambah jumlah provinsi, kabupaten dan kota, tetapi sekaligus dapat bersamaan atau bahkan didahului oleh perubahan (pertambahan) data jumlah kecamatan dan desa/kelurahan.
Namun anomali data itu semakin membingungkan manakala diperiksa jumlah TPS. Pada pemilu 1999 didirikan 300,129 TPS. Sedangkan pada pemilu 2004 untuk pileg 581.393 TPS dan untuk pilpres 576.625. TPS pada pemilu 2009 lebih kecil 53.176 dibanding TPS pada pemilu 2004. TPS Pileg dan Pilpres tahun 2014 berbeda cukup besar, karena TPS pileg 545.803 dan pilpres 478.339. Kemudian pada pemilu tahun 2019 jumlahnya menjadi 813.336.
Jumlah TPS pastilah selalu terkait dengan jumlah dua data sekaligus, yakni data jumlah desa/kelurahan dan data pemilih yang didaftarkan pada DPT.
Sekarang mari kita periksa perbedaan jumlah pemilih terdaftar pada DPT. Pada pemilu tahun 1999 ialah 118 juta, pemilu 2004 menjadi 151 juta, pemilu 2009 menjadi 176 juta, pemilu 2014 menjadi 188 juta dan pemilu 2019 menjadi 193 juta.
Selisih jumlah pemilih tahun 1999 dengan pemilih tahun 2004 sebesar 33 juta sedangkan perbedaan jumlah penduduk pada periode yang sama sebesar 33 juta. Begitu seterusnya (lihat tabel).

Penduduk di semua negara memiliki pola pertumbuhan yang sudah dapat diprediksi dalam rentang waktu yang cukup lama. Karena itu data-data kepemiluan Indonesia sejak 2014 hingga 2019, dan mungkin juga untuk 2024, cukup anomali. (*)
Penulis adalah dosen FISIP UMSU