TAJDID.ID || Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan penetapan Ketua KPK RI Firli Bahuri (FB) sebagai tersangka merupakan wujud kepekaan, respon positif, independensi, dan tanggungjawab Polri atas praktik korupsi sebagai kejahatan politik di Indonesia.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqoddas mengatakan, praktik korupsi yang selama ini dominan dalam bentuk suap dan gratifikasi semakin meluluhlantahkan sendi-sendi kekuatan negara dari kewajiban utamanya yaiutu melindungi rakyat dari penderitaan masifnya sebagai korban pemiskinan struktural yang disebabkan langsung oleh state capture corruption yang berdampak buruk pada meluasnya praktik birokrasi nasional yang kleptokratif.
“Apalagi praktik suap, gratifikasi dibarengi dengan tindakan ekstra kumuh pemerasan oleh mereka yang sedang mengemban jabatan publik, jelas sekali menampakkan praktik kelakuan manusia nir-adab yang lebih rendah, seperti yang diingatkan dalam al-Qur’an Surat Al-A’raaf Ayat 179,” ujar Busyro melalui keterangan tertulisnya, Kamis (23/11).
Lebih lanjut Busro mengingatkan, sekarang rakyat semakin peka nurani, tajam akal budi dan kewarasan pemikirannya. Jadi, kata Busro, jika selama ini rakyat diam, jangan dianggap tidak memiliki sikap, apalagi dihadapkan pada praktik korupsi demokrasi, kepemimpinan, dan pendidikan.
“Selain sektor pertambangan, situasi saat ini diperparah oleh intervensi petinggi negara terhadap MK dan KPK untuk kepentingan politik sesaat dan melegalkan dinasti nepotisme keluarga sebagai racun demokrasi dan masa depan kepemimpinan berbasis prinsip meritokrasi, transparansi dan profesionalisme,” kata busyro.
Melihat perilaku korupsi yang semakin parah, maka sebagai bentuk tanggungjawab atas situasi negara yang semakin pemprihatinkan dan nasib rakyat yang semakin terpental jauh dari perlindungan daulat rakyatnya, Muhammadiyah menyatakan beberapa hal.
Pertama, Muhammadiyah mengapresiasi tindakan Polda Metro Jaya yang telah menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka. “Semoga sikap terpuji ini terus dikembangkan secara sistemik dan merata untuk kasus-kasus lain,” harap Busro.
Kedua, mendesak Firli Bahuri untuk segera mundur dari jabatannya sebagai Ketua KPK RI sekaligus Komisioner KPK.
Ketiga, mengingatkan Presiden untuk melakukan koreksi dan evaluasi dalam pembentukan Panitia Seleksi Komisioner KPK ke depan dilakukan dengan transparan dan mengedapankan peran serta elemen masyarakat sipil.
Keempat, mendorong aparat Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman untuk tidak ragu sedikit pun mengusut kasus dugaan korupsi ini dengan cermat, obyektif, dan membuat tuntutan serta hukuman yang seberat-beratnya dan seadil-adilnya.
Kelima, mendesak DPR bersama Pemerintah untuk memetik pelajaran sebesar-besarnya dari kasus ini untuk proses seleksi calon pejabat penegak hukum yang terbebas dari kepentingan politik pragmatis sesaat.
“Kiranya tragedi pelumpuhan KPK dan intervensi terhadap MK ini sudah cukup sebagai titik-balik untuk bersma-sama bangkit dari limbah dosa politik yang jelas-jelas telah meruntuhkan marwah kenegaraan dan merugikan rakyat, serta melumpuhkan demokrasi,” pungkas Busro. (*)