TAJDID.ID~Medan || Banyak kalangan yang menilai ketiga cawapres (Muhaimin Iskandar, Mahfud MD dan Gibran Rakabuming Raka) belum punya efek elektoral pada pasangan capresnya.
Menanggapi hal tersebut, pemerhati politik Shohibul Anshor Siregar mengatakan, masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan tentang efek elektoral ketiga bakal Cawapres terhadap pasangan Capresnya.
“Meskipun demikian, saya tetap sangat menghargai spekulasi yang berkembang tentang itu,” ujar dosen FISIP UMSU ini, Kamis (26/10/2023).
Menurut Ketua Lembaga Hikmah dan kebijakan Publik (LHKP) PW Muhammadiyah Sumut ini, tentunya Anies Rasyid Baswedan memiliki pertimbangan matang ketika memilih Muhaimin Iskandar menjadi calon pendampingnya. Muhaimin Iskandar memimpin Partai Kebangkitan Bangsa yang sangat identik NU dan semua orang tahu data genealogisnya pada organisasi itu.
“Meski alasannya sama, yakni tujuan mendulang suara komunitas NU, tetapi follower Ganjar Pranowo saya kira tak seberuntung Anies Rasyid Baswedan ketika Mahfud MD ditetapkan sebagai pasangannya. Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD memang sama-sama kader NU, tetapi mungkin berbeda trah. Sesuatu yang membuat Mahfud MD lima tahun lalu kalah saing dengan Ma’aruf Amin,” jelas Shohibul.
Bagaimana dengan Gibran Rakabuming Raka? Shohibul mengajak publik memperhatikan narasi Gibran ketika berpidato di tengah partai-partai pengusung, Menurut Shohibul ia yang menjanjikan dana abadi untuk pesanteren jelas lebih dialamatkan kepada NU.
“Saya tak dapat memastikan apakah Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Joko Widodo, itu, benar-benar pilihan terbaik Prabowo Subianto dan koalisinya,” kata Shohibul.
“Memang mereka sangat memperhitungkan Joko Widodo effect. Tetapi itu tak bermakna tunggal, yakni menggandeng Gibran Rakabuming Raka, yang beroleh semacam karpet merah dari Mahkamah Konstitusi Indonesia pada last minutes sebelum masa pendaftaran di KPU berakhir,” imbuhnya.
Ketika ditanya terkait kontribusi para cawapres selama masa kampanye dalam menggaet suara pemilih untuk pilpres 2024, Shohibul menjelaskan, jika faktor Jokowi effect yang menjadi satu-satunya pertimbangan, maka Gibran Rakabuming Rakalah yang unggul.
Tetapi, kata Shohibul, resistensi yang terus berkembang untuk itu juga tak mungkin diabaikan, sesuatu yang tentu lebih masuk akal untuk diidentifikasi sebagai peluang elektoral bagi pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
“Dengan cara pandang ini kontestan Pilpres pada babak kedua adalah Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka. Tetapi pada babak kedua ini belum ada rumus yang dapat memastikan persentasi keterbelahan dukungan. Dinamika politik masih akan melahirkan banyak variable yang belum dapat dihitung saat ini,” ungkap Shohibul.
Lebih lanjut, Shohibul menilai, Anies Rasyid Baswedan diuntungkan oleh pikiran oposisionalnya yang terus menguat di grassroot. Menurutnya, Muhaimin Iskandar akan terus menggembleng kader untuk mengoptimalkan andil yang dapat dipersembahkan oleh mesin partai (PKB) dan komunitas NU.
Kemudia, Ganjar Pranowo akan “dima’afkan” oleh pentolan-pentolan tertentu di PDIP yang sempat secara gencar mengopinikan kelemahan-kelemahannya. Ini terkait dengan garis komando partai (PDIP). Sedangkan pengaruh Mahfud MD kelihatannya lebih masuk akal diidentifikasi sebagai jauh lebih tipis dibanding Ganjar Pranowo dalam mendulang suara.
“Ia sejatinya orang akademis yang karena kinerjanya selama ini pada kabinet Joko Widodo terkesan kurang memuaskan, yang dampaknya membuat elit Indonesia berhitung ulang. Sedangkan pada tingkat akar rumput gemanya tidak begitu kuat,” kata Shohibul.
Terakhir, Shohibul memprediksi jika resistensi atas pemerintahan Joko Widodo terus tumbuh, maka satu-satunya harapan bagi pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka adalah kesetiaan kader, simpatisan dan kinerja mesin Gerindra; ditambah dengan dukungan kader dan simpatisan partai pengusung lainnya yang belum tentu dapat dimobilisasi secara total. (*)