Oleh: Azmi Syahputra
Fakta rivalitas akut. Ketua KPK dan Kementan secara personal yang kini seolah dalam fase saling diperiksa, “saling membuat jebakan”, “saling adu data”, menjadikan bentuk korupsinya datang bertubi tubi menghantam negeri. Akibatnya kekayaan negeri dilumat pejabat berdasi.
Perilaku kelewat batas birokrasi dan ruyamnya penegakan hukum KPK dalam menangani kasus korupsi di Kementerian Pertanian tahun 2021 versus Pengaduan Masyarakat(Dumas ) ke Polda Metro Jaya terkait dugaan Pemerasan 12 Agustus 2023 oleh Ketua KPK pada Menteri Pertanian.
Inilah sebuah potret realitas kasus perbuatan pidana dalam menjalankan jabatan yang tampak di ruang publik, apa yang menjadi tupoksi kok lain pula dengan perbuatan yang dilakukan para pejabatnya, mereka bekerja memberantas atau sekedar mencari celah?
Mereka kini berada dalam pada posisi berlawanan, saling tuding, saling tangkis dan saling menjatuhkan. Seolah dalam posisi atau keadaan untuk zero sum game (kalah-menang) ini bakal menjadi pertarungan habis-habisan, sehingga akan terlihat dari penyelidikan dan persesuaian bukti dan saksi saling serang beradu trik, siasat dan manuver diantara logika atau kelicikan antar pejabat tinggi ini. Siapa yang nantinya ditetapkan sebagai tersangka? siapakah nantinya yang tak berkutik?
Serangan balik pada KPK sulit terbantahkan. Serangan balik ini jika terbukti tentunya bisa mematikan sehingga tindakan cepat tegas dan terukur penyidik Polda Metro Jaya sangat dinantikan untuk menyisir bukti dan pembuktiannya guna mengungkap peristiwa dan pelaku yang sebenarnya.
Aneh namun nyata para elit kok malah saling lapor, saling bertengkar. Pada hal semestinya mereka sebagai penyelenggara negara bersinergis ngurus negeri ini.
Jadi tampak jelas bahwa musuh utama pemberantasan korupsi adalah penyelenggara negara itu sendiri ,dengan melihat perilaku mereka yang bertentangan dengan kewajibannya dan menyimpang dari norma dan aspirasi masyarakat.
Oknum elit yang terjerat korupsi tampak jelas cendrung cari keuntungan dan korup lewat kebijakan yang curang. Pejabat yang bekerja di insitusinya menganggap kantornya sebagai tempat usaha, sehingga akan mengeruk keuntungan sebesar besarnya dengan segala cara yang piawai, modus licik dan licin demi tujuannya pribadi atau kelompoknya tercapai. Tampaklah korupsi kekuasaan jadi kutukan terbesar.
Fenomena fakta ini jadi rekaman representatif dan kronik sekaligus cacatnya penegakan hukum, kelemahan integritas dan tata kelola dalam kepemimpinan KPK, menjadikan di jalur lamban dam bahkan bisa menjadi penegakan hukum yang beku (frozen law enforcement). Karenanya dalam kasus dugaan Ketua KPK dengan Menteri Pertanian harus segera terang dan jelas serta tuntas siapapun yang bersalah dan melakukan korupsi harus dimintai pertanggung jawaban hukum. Jangan ada kompromi dalam kasus ini.
Inilah kejahatan dalam jabatan jika dikaitkan pada konteks kehidupan sebagai bangsa adalah tidak amanahnya para penyelengara negara terhadap tanggung jawab dan tugasnya sebagai pejabat publik yang semestinya menjadi pelayan dan pengayom rakyat yang dipimpinnya yang sejatinya diarahkan pada terwujudnya cita nasional. Karenanya perilaku korupsi dalam jabatan ini harus ditumpas sebab sangat merugikan dan menghambat dalam terwujudnya tujuan negara. (*)
Azmi Syahputra adalah Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti