TAJDID.ID~Medan || Dosen FISIP UMSU, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, kriteria Presiden, anggota Kabinet dan legislator terbaik saat ini ialah figur-figur yang paling memahami keniscayaan mengapa bangsa Indonesia harus dibawa pulang kembali ke jatidirinya, sebagaimana dinukilkan oleh para pendiri bangsa pada Pembukaan UUD 1945. Untuk mendapatkan figur-figur seperti itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal ketat pemilu 2024.
“Justru itu, jika pemilu 2024 tidak dikawal ketat, dapat hanya menghasilkan sesuatu yang akan memperpanjang masa penderitaan rakyat. Artinya, rutinitas suksesi tidak bermakna apa-apa, karena bukan sesuatu yang menjanjikan perbaikan maslahat bangsa,” ujar Shohibul dalam FGD bersama BEM Nusantara di kampus Universitas Pancabudi, Medan Rabu (20/9/2023).
Dijelaskannya, Pembukaan UDD 1945 telah menegaskan mengapa Indonesia didirikan atau dimerdekakan. Sejatinya adalah agar dapat dibentuk pemerintahan sendiri yang mampu memastikan terlaksananya kewajiban bangsa Indonesia untuk penghapusan segala bentuk penjajahan di atas bumi,melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa srta proaktif dalam diplomasi global untuk tata dunia yang adil.
Menurut Shohibul, kesulitan besar untuk mendapatkan figur-figur yang setia kepada ruh Pembukaan UUD 1945 itu disebabkan orientasi elit politik saat ini yang berantakan diterpa neoliberalisasi yang mempercayai pasar bebas sebagai asas sakral bernegara dan berpemerintahan.
“Partai yang umumnya diasuh oleh oligarki nyata-nyata menjauh dari ruh Pembukaan UUD 1945, dan dengan demokrasi transaksional yang cukup brutal maju ke arena perebutan kekuasaan untuk dilegitimasi melalui pemilu yang tak berintegritas,” ungkap Ketua LHKP PWM Sumut ini.
Penyakit elit politik Indonesia ini, tambah Shohibul, juga dipengaruhi sangat kuat oleh residu penjajahan yang membentuk mental komprador tanpa patriotisme memajukan Indonesia.
“Memang sangat mendalam torehan penjajahan itu. Elit Indonesia mungkin banyak yang ingin terkesan faham masalah, tetapi sesungguhnya hanyalah dalam urusan yang serta merta mensubordinasikan bangsa di bawah dikte imperatif persaingan global yang dikendalikan oleh negara-negara penguasa ekonomi,” ujarnya.
Shohibul menilai, tidak banyak elit Indonesia yang menyadari perangkap mematikan di balik persaingan global dan terus bernarasi tentang daya saing (competitiveness). Padahal yang diperintahkan konstitusi ialah lindungi bangsa dan makmurkan semuanya secara berkeadilan. Pembukaan UUD 1945 memerintahkan kepala tegak di hadapan tikai perebutan skala global untuk mengutamakan maslahat bangsa.
“Cobalah sesekali tanyakan kepada elit Indonesia, apa respon mereka tentang kewajiban menyediakan pendidikan tanpa bayar bagi bangsa ini. Mereka tidak akan faham. Karena sudah terlalu lama dalam kelaziman mendudukan pendidikan dalam peta komoditi komersial, sebagaimana halnya dengan layanan kesehatan,” tegas Shohibul.
“Ajaklah mereka diskusi tentang kewajjban memelihara fakir miskin dan anak yatim. Semua narasi akan berhenti sebatas upaya sangat minim. Tagih mereka atas kewajiban pemerintah menyediakan pekerjaan bagi angkatan kerja. Jawaban yang akan diperoleh hanyalah kepasrahan atas peluang investasi asing di tengah ketiadaan uang untuk mengelola SDA sendiri yang sekaligus menjadi alasan menanti peluang terbukanya lapangan kerja dari investor asing yang kerap lebih tepat diidentifikasi sebagai outvestor itu. Untuk semua urusan maslahat Indonesia, mereka akan memberi respon mengecewakan karena pemahamannya jauh dari ruh Pembukaan UUD 1945,” imbuhnya.
Kini Indonesia kemungkinan besar akan memilih 1 dari 3 calon Presiden yang tersedia dalam bursa. Menurut Shohibul, sebenarnya begitu mudahnya memilah mereka berdasarkan kadar komitmen dan pemahaman tentang Pembukaan UUD 1945 itu. Ditilik dari sisi itu maka sebetulnya bagi mahasiwa Indonesia cukup mudah memerankan tugas pencerahan rakyat untuk menyelamatkan Indonesia melalui pemilu 2024.
“Namun pemilu sudah didisain sedemikian buruk, misalnya dengan memberlakukan PT 20 persen. Kemudian, matinya ratusan petugas dengan penyebab yang ditetapkan sebagai akibat kelelahan pada pemilu 2019 adalah momok yang tak mudah untuk membayangkan integritas pemilu 2024,” ungkapnya.
Karena itu selain memboboti pekerjaan mencerahkan rakyat, Shohibul menyarankan seyogyanya BEM Nusantara harus kreatif melakukan perlawanan atas kekuatan politik yang masih tetap bersemangat mengarusutamakan praktik kecurangan pemilu. (*)