Oleh: Fouzia Mohammad
Saat itu sudah larut malam ketika aku menelepon keluargaku seperti biasa untuk mengucapkan selamat malam kepada mereka. Setelah beberapa saat, ponselku mulai menerima notifikasi panggilan dan pesan tanpa henti. Bagiku itu sungguh aneh!
Saat memeriksa ponselku, aku menemukan teman-teman dan kerabat membombardirku dengan berita-berita memilukan tentang gempa bumi Marrakesh. Akupun sedikit panik dan segera mengecek seluruh keluargaku yang ada di daerah terkena gempa yang cukup dahsyat itu
Hal ini tiba-tiba terlintas dalam ingatan saya tentang pengalaman mengerikan yang saya alami saat gempa Al. Hoceima melanda pada bulan Februari 2004, namun gempa yang terjadi baru-baru ini adalah yang terparah setelah gempa bumi Agadir tahun 1960.
Di tengah upaya penyelamatan yang masih berlangsung, berikut saya tuturkan tiga kisah beberapa orang yang selamat dari bencana gempa bumi di Maroko.
Khadijah: Kematian Sudah Ditentukan
Khadijah, seorang wanita berusia sekitar enam puluh tahunan, adalah satu-satunya yang selamat setelah gempa menelan seluruh keluarga besarnya.
Baginya, sungguh bencana itu seperti mimpi buruk. Dalam sekejap, dia mendapati dirinya sendirian: tidak ada anak, tidak ada saudara kandung, tidak ada keluarga, dan tidak ada sanak saudara.
Kendati usianya sudah menjelang senja, tetapi justru ternyata Khadijah diberi kesempatan lagi untuk hidup oleh Sang Khaliq. Sementara seluruh keluarganya tewas akibat gempa tersebut.
Begitulah. Kematian sudah ditentukan, tak seorang pun tahu kapan, di mana, dan bagaimana akhir hidupnya. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang dapat mengendalikan nasibnya. Hanya Allah SWT yang melakukannya.
Ahmed: Bahayanya egoisme
Kita hidup di masa keegoisan; sulit untuk mengatakannya, tetapi ini adalah kenyataan. Keegoisan meningkat drastis, terutama pada generasi baru.
Ahmed adalah seorang pemuda di usia remaja pertamanya. Sementara orang-orang yang ketakutan panik berebut berlari menuju pintu keluar untuk menyelamatkan diri, Ahmed justru tidak peduli dengan siapa pun di sekitarnya, hanya dirinya sendiri dan PlayStation-nya!
Malah dia orang pertama yang keluar. Ahmed tidak memikirkan tentang kematian dan yang ada dalam benaknya cuma bagaimana untuk menyelamatkan diri sendiri dan PlayStation-nya!
Hal ini mengingatkan kita akan meningkatnya bahaya keegoisan dalam umat. Kita harus memperhatikan kepentingan satu sama lain, karena mementingkan kepentingan diri sendiri dapat merusak segalanya dalam umat kita.
Pemilik dan Penyewa: Keduanya Tunawisma Sekarang
Seorang pemilik rumah kontrakan mengomeli penyewanya agar membayar sewa sebelum jatuh tempo dan memperingatkan dia tentang kenaikan sewa. Seperti meneror, hal itu dilakukannya hampir setiap hari.
Namun, beberapa hari kemudian, tiba-tiba bencana gempa bumi maha dahsyat datang melanda. Tuan pemilik kontrakan dan penyewa akhirnya menjadi tunawisma secara berdampingan.
Penggalan kisah ini mengajarkan kita, betapa hidup ini ternyata buka hanya soal uang. Bagaimana jika tuan tanah ini baik hati dan sabar terhadap penyewa miskin ini dan memiliki empati terhadapnya? Bukankah kebaikannya akan menjadi amal kekal yang bisa menyelamatkannya di akhirat?
Gempa bumi datang untuk menyadarkan kita, menggoncangkan kita dari kecerobohan, dan menjauhkan kita dari monster materialisme yang akan melahap kita.
***
Begitulah tiga nukilan kisah yang penuh hikmah dari tragedi bencana gempa bumi Maroko yang layak kita jadi pelajaran dan bahan renungan bagi kita semua. (*)
Sumber: About Islam