Perkembangan astronomi Arab di Andalusia dan Afrika Utara mengikuti rute-rute yang berbeda. Awal kegiatan-kegiatan ilmiah yang signifikan di Andalusia dimulai pada abad ke-9; tetapi kegiatan ini hampir sepenuhnya bergantung pada sains-sains dari bagian timur dunia Muslim. Akan tetapi, antara abad ke-9 dan 11, suatu tradisi saintifik yang telah berkembang penuh muncul. Banyak saintis berpegian ke timur untuk memperlajari sains; buku-buku sains diperoleh secara sistematis dan perpustakaan-perpustakaan pribadi yang besar didirikan. Keakraban yang kukuh dengan tradisi astronomi timur, pada abad ke-11, membawa pada kegiatan para astronomi yang intensif dan tekadang orisinal. Penekanan kegiatan astronomi ini dan astronom-astronom lainnya difokuskan pada penyusunan tabel-tabel dan pada astronomi keplanetan. Kontribusi-kontribusi orisinal utama mereka terbatas pada beberapa pengamatan baru, tetapi kebanyakan pada matematika gerakan trepidasi bintang-bintang, dan juga pada penemuan alat-alat astronomi yang sangat canggih. Akan tetapi, selama keseleuruhan periode ini, hanya sedikit kerja signifikan yang dicurahkan kepada teori keplanetan.
Berlawanan dengan periode sebelumnya, fokus penelitian astronomi di Andalusia dan Afrika Utara pada abad ke-12 bergeser kepada teori keplanetan. Nama-nama yang dikaitkan dengan tradisi penelitian ini termasuk Ibn Bajah (w. 1138), Jabir ibn Alflah (berjaya 1120), Ibn Thufail (w. 1185), Ibn Rusyd (w. 1198), dan Al-Bitruji (berjaya 1200). Di antara mereka ini, Al-Bitruji adalah satu-satunya astronom yang merumuskan alternatif bagi astronomi ptolemeus, sedangkan yang lain menghasilkan bahasan-bahasan filosofis tentang astronomi ini. Baik wacana-wacana tentang astronomi ptolemeus maupun model aktual Al-Bitruji yang diusulkan, memahami reformasi astronomi dalam terma-terma reaksioner yakni dalam terma-terma yang mengadopsi model-model yang secara matematis inferior sebagai ganti model-model yang digunakan sejak zaman ptolemeus.
Tujuan aliran barat adalah mengembalikan lagi planet-planet homosentrisnya Aristoteles, dan sepenuhnya mengeliminasi pengunaan eccentric dan epicycle. Sesuai dengan penafsiran-penafsiran yang paling keras dan harfiah terhadap prinsip-prinsip Aristoteles, para peneliti barat menuntut bahwa langit-langit direprensentasikan secara akslusif oleh planet-planet homosentris dan gerakan-gerakan melingkar seragam yang sempurna. Bahkan epicycle dan deferent yang berotasi secara seragam mengitari pusat-pusat mereka tidaklah ditoleransi karena penggunaannya mengandaikan adanya keragaman pada fenomena langit. Menurut prinsip-prinsip Aristoteles, langit-langit adalah sempurna. Akan tetapi, karena kekuatan produktif model-model ptolemeus dan kemampuan mereka untuk menjelaskan fenomena yang teramati bersandar pada pengunaan epicycle dan ecentric, model-model barat secara ketat bersifat kualitatif dan filosofis, dan sama sekali tidak berguna dilihat dari sudut pandang matematika. Model-model ini tidaklah bisa diverifikasi secara numerik dan tidak pula bisa digunakan untuk memprediksi posisi-posisi planet, karenannya, tidaklah mengherankan bawha kecuali satu orang, semua filosof barat tidak menghasilkan model-model geomtris yang aktual.
Signifikansi perbedaan antara tradisi reformasi timur dan barat dari astronomi Arab tidak bisa lebih ditekankan lagi. Pandangan yang merata dalam kesarjanan masa kini menisbatkan kemunduran terus-menerus dalam sains-sains intelektual di Andalusia dan Afrika Utara kepada kemunculan negara-negara “fundamentalis” Al-Murabithun (1091-1144) dan Al-Muwahhidun (1147-1232). Akan tetapi, persis selama periode inilah, filosof-filosof terbesar Andalusia bekerja dibawah perlindungan para penguasa kedua negara ini. Karena itu, apa yang kita dapati bukanlah kemunduran secara terus-menerus dari disiplin-disiplin intelektual, melainkan bangkitnya sebagian disiplin intelektual dengan mengorbankan sebagian disiplin intelektual yang lain. Kemunduran astronomi matematis tidak ada kaitannya dengan negara Al-Murabithun ataupun Al-Muwahhidun, tidak pula dengan apa yang dituduhkan seabagai kontra-revolusi teologis. Kemunduran tersebut lebih disebabkan oleh adopsinya program penelitian yang spesifik dalam penelitian astronomi, suatu program yang didorong oleh kecenderungan filosofis Aristotelin yang ada masa itu sudah ketingalan zaman dan tak bisa dipertahankan lagi, yang terbukti tak sesuai dengan aspek-aspek matematis dan saintifik yang maju dalam astronomi.
Berlawanan tajam dengan aliran baratnya, aliran timur astronomi Arab tidak mengutamakan filsafat dengan mengorbankan matematika. Keberatan-keberatan aliran ini bersifat matematis dan fisika dan, sebagaimana dijelaskan oleh perbandingan dengan barat, keberatan-keberatan ini secara pasti tidaklah bersifat filosofis. Sebuah pandangan umum yang merata dalam kajian-kajian sebelumnya mengatakan bahwa tradisi reformasi timur dari astronomi Arab yang didorong oleh pertimbangan filosofis, sebuah gagasan yang sering kali digunakan untuk merongrong signifikasi matematis dan saintifik tradisi ini. Dengan adanya bukti melimpah dari penelitian terperinci mengenai tradisi ini, pandangan seperti itu tidaklah bisa dipertahankan lagi. Model matahari alternatif yang diusulkan oleh Ibn Al-Syathir adalah contoh ihwal reformasi yang dimotivasi oleh pertimbangan pengamatan murni, meskipun model ptolemeus sama sekali tidak mengandung keberatan ditinjau dari sudut pandang fisika ataupun filsafat.