TAJDID.ID || Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Dr. Alpi Sahari, SH. M.Hum angkat bicara soal testimoni menghebohkan Ismail Bolong melalui sebuah video yang viral di media sosial menuding Kabareskrim Komjen Agus Andrianto menerima setoran uang miliaran darinya dari hasil pengepulan ilegal penambangan batu bara di Kalimantan Timur.
Menurut Alpi, testimoni Ismail Bolong yang berisi muatan tuduhan itu dimaknai bukan saja menyerang kehormatan dan nama baik Kabareskrim Polri, namun ada hal yang harus menjadi perhatian krusial berkaitan dengan penyebarluasan tuduhan melalui pentransimisian, pendistribusian atau membuat dapat diaksesnya dokumen elekteronik dan/atau informasi elektronik yang ditujukan untuk mendegradasi trust masyarakat terhadap instrusi Polri yang terus berupaya untuk mentrasformasi Polri yang PRESISI dan soliditas Polri dalam rangka terpeliharanya Kamtibmas dan Kamdagri.
“Penyebarluasan juga ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan entitas Polri dan masyarakat,” ujar Dr. Alpi Sahari, melalui keterangannya, Selasa (8/11).
Akademisi yang pernah memberikan keterangan ahli di Pengadilan terkait perbuatan menyerang kehormatan terhadap salah satu institusi Negara di bidang keamanan ini mengatakan, perbuatan pihak yang menyebarkan tuduhan dimaksud tentunya mengetahui dan menghedaki akibat dari penyebarluasan konten dimaksud.
Dijelaskannya, di dalam hukum pidana terhadap pelaku yang menyebarluaskan tuduhan dapat diminta pertanggungjawaban pidana walaupun di dalamnya terdapat rechtsdwaling atau kesesatan hukum.
“Artinya suatu perbuatan dengan perkiraan hal itu tidak dilarang oleh undang-undang. Hal ini tidak menghapuskan tuntutan pidana sebagaimana adagium ignorantia leges excutas neminem yang berarti ketidaktahuan akan hukum bukan merupakan alasan pemaaf,” terangnya.
Selain itu, lanjut Alpi, perlu kiranya diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XV/2017 yang memperluas makna antar golongan sebagaimana dimaksud Pasal 28 ayat (2) UU RI No.19 tahun 2016 perubahan atas UURI No.11 tahun 2008 tentang ITE. Dalam putusan Mahkamah dipertegas bahwa istilah ‘antar golongan’ tidak hanya meliputi suku, agama dan ras melainkan semua entitas yang tidak terwakili atau terwadahi oleh istilah suku, agama dan ras.
“Perbuatan (strafbarhandeling) pelaku yang memposting dan/atau menyebarkan tuduhan bukan merupakan bentuk check and balance kritik terhadap profesionalisme Polri dalam proses penegakan hukum, namun memiliki tujuan untuk menimbulkan ketidakpercayaan ditengah-tengah masyarakat terhadap institusi Polri sebagai actus reus, yaitu perbuatan melawan hukum tanpa hak, bahwa tanpa hak dilakukan secara melawan hukum sebagaimana melekat pada ajaran sifat melawan hukum formil,” tegasnya.
“Artinya tanpa hak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum objektif, perbuatan yang dilakukan tanpa hak yang ada pada diri seseorang atau perbuatan yang dilakukan tanpa kewenangan, namun perbuatan itu tetap dilakukan sehingga terhadap perbuatan itu diancam dan dirumuskan sebagai suatu tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini sejalan dengan apa yang dinyatakan pada Memorie Van Toelichting bahwa contra legem facit qui id facit quod lex prohibit; in fraudem vero qui, salvis verbis legis, sententiam ejus circumuenit,” imbuhnya.
Seperti diketahui, selang beberapa waktu setelah pernyataan itu beredar luas di media sosial, Ismail mengklarifikasi pernyataannya. Ia meminta maaf kepada Komjen Agus Andrianto dan menyatakan informasi dalam video yang beredar sebelumnya tidak benar. Ia pun mengaku, pernyataannya yang pertama direkam di bawah tekanan bawahan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan.
Menurut Alpi, dengan adanyanya dari klarifikasi Ismail berarti video itu adalah hoax atau tidak benar atau bohong dan menyesatkan khalayak masyarakat. Oleh karena itu, kata Alpi, perbuatan pihak yang menyebarkan tuduhan merupakan kualifikasi menyerang marwah institsui Polri dengan maksud menimbulkan kegaduhan ditengah-tengah masyarakat.
Meskepun demikian, Alpi berharap Polri bisa tetap istiqomah dan solid dalam menghadapi berbagai tantangan dan gangguan yang mencoba mendegradasi brand integrity Polri dengan membangun brand image publik secara negatif terhadap institusi Polri sebagai pilar Kamtibmas dan Kamdagri.dalam konteks negara hukum. (*)