TAJDID.ID || Ratusan pembuat film (filmmaker) menandatangani petisi untuk menolak bekerja sama dengan yayasan asal Israel, Shomron Film Fund. Aksi para sineas itu sebagai bentuk kecaman terhadap Shomron Film Fund yang diduga kuat mendukung mekanisme apartheid yang dilakukan zionis Israel terhadap Palestina selama ini.
Shomron adalah kata Ibrani untuk Samaria, yang merupakan nama Alkitab dari wilayah pendudukan Tepi Barat. Shomron Film Fund didirikan oleh mantan Menteri Kebudayaan Miri Regev yang kontroversial. Yayasan tersebut mendistribusikan dana hibah secara eksklusif kepada orang-orang Yahudi di pemukiman ilegal di wilayah pendudukan Tepi Barat. Para pembuat film menilai, tindakan ini sebagai salah satu contoh kebijakan rasis Israel terhadap warga Palestina.
Dikutip dari laman Middle East Monitor, Selasa (6/9/2022), diketahui para penandatangan petisi berjanji bahwa mereka tidak akan mencari dana atau bekerja sama dengan Shomron Film Fund.
“Bioskop Israel Tidak Akan Digunakan untuk Membersihkan Pendudukan.” Pernyataan itu dipicu oleh kontroversi yang meletus setelah Festival Film Samaria diadakan untuk pertama kalinya sekitar dua bulan lalu, di pemukiman ilegal Ariel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Penandatangan petisi yang mencakup pembuat film Israel dan internasional, mengatakan, dana itu merupakan bagian tak terpisahkan dari mekanisme apartheid. Mereka menolak klaimnya untuk mendukung keragaman dan pluralisme. Dalam petisi tersebut, mereka mengatakan, istilah keanekaragaman menjadi hampa, ketika dalam praktiknya mengaburkan kekerasan sistematis dan pelanggaran berat hak asasi manusia.
“Shomron Film Fund bukanlah dana pluralistik, ini adalah bagian tak terpisahkan dari mekanisme apartheid terbuka untuk satu kelompok etnis (Yahudi) dan tertutup untuk yang lain (Palestina) yang tinggal di wilayah geopolitik yang sama (wilayah pendudukan Tepi Barat),” ujar isi petisi tersebut.
Para penandatangan mendesak para pembuat film untuk “menarik garis merah” dalam menolak pendudukan Israel yang sedang berlangsung dan pencaplokan wilayah Palestina. Mereka berargumen, festival perdana dan penggalangan dana bukanlah cinta budaya tetapi politik yang bertujuan menghapus garis hijau dan pembedaan antara rezim militer dan sipil.
“Kami menyerukan kepada Akademi Film dan Televisi Israel, para pemimpin dan anggota pada umumnya, untuk tidak mengubah sinema Israel menjadi instrumen lain dalam penindasan rakyat Palestina,” kata petisi itu. (*)