TAJDID.ID || Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar Diskusi Publik dengan tema “Penyakit Mulut dan Kuku Sapi dan Derita Peternak Rakyat Harus Bagaimana?” Pada, Rabu (6/7). Diskusi Publik ini diselenggarakan untuk menyikapi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang belum selesai dan berlanjut serta berdampak semakin luas yang merugikan peternak.
Dalam diskusi yang dilakukan secara hybrid tersebut, Ketua MPM PP Muhammadiyah, M. Nurul Yamien mengatakan, bahwa masalah ini bukan urusan ternak semata, tapi di dalamnya terdapat rangkaian peristiwa lain, seperti berdampak pada ekonomi peternak, lebih-lebih peternak kecil.
“Karenanya, dibutuhkan langkah cepat untuk tangani masalah ini agar masalah ekonomi tidak berlarut-larut, sebab ekonomi rakyat sudah mulai bergerak setelah berhenti akibat pandemi covid-19,” ujarnya dikutip dari laman muhammadiyah.or.id.
Lebih lanjut dijelaskannya, urusan lain yang berkelindan dengan kasus PMK ini adalah masalah kesehatan. Dikatakannya, belum selesai Pandemi Covid-19, masyarakat kelimpungan menghadapi Wabah PMK yang menyerang ternak.
“Ini bukan main-main, tidak bisa masalah PMK ini kita lepaskan dengan urusan-urusan yang lain” tegasnya.
Selain itu, mendekati Hari Raya Iduladha 1443 H. Masalah Wabah PMK juga menjadi masalah tersendiri, yang mengalami dampak besar dalam konteks ini adalah umat Islam. Oleh karena itu, kata Nurul Yamien, penting bagi Muhammadiyah untuk ambil bagian mengurangi benang masalah PMK ini. Sebab selain merugikan umat beragama, masalah PMK ini juga berdampak pada rakyat secara luas.
“Problem yang saling berkelindan tersebut yang ingin kita ketahui” sebutnya.
Sementara itu, Ketua PP Muhammadiyah, Busyro Muqoddas dalam sambutan kuncinya mengungkapkan, bahwa pemerintah harus belajar dari sejarah masa lalu dalam menghadapi masalah kekinian. Selain itu, pemerintah harus membangun kebijakan yang memihak kepada keadilan dan kesejahteraan masyarakat kecil.
Menurut Busyro, demokrasi dan demokratisasi tidak boleh terpental atau menjauh dari derita rakyat yang terdampak oleh Pandemi Covid-19. Bahwa kebijakan di sektor pemerintahan harus mengedepankan demokrasi, sebagai jiwa-moral dari pemerintah untuk selalu hadir di tengah tekanan yang dihadapi rakyat.
“Menggarisbawahi skandal PMK ini, itu sebetulnya berdampak pada aspek publik trust atau kepercayaan publik pada pemerintah”. tegasnya.
“Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid dan etika, yang tercakup dalam makna Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Muhammadiyah tidak mungkin diam dalam persoalan-persoalan rakyat. Ini bagian dari komitmen Muhammadiyah, bukan hanya dalam masalah PMK,” imbuhnya.
Menurut Busyro, cara-cara adab digunakan oleh Muhammadiyah dalam menolong pemerintah untuk menyejahterakan rakyat, yaitu dengan mengintegrasikan antara ilmu agama dan ilmu umum lain untuk menanggapi masalah kerakyatan.
Dalam acara diskusi publik ini tampil juga pemateri lain, diantaranya; Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, Nasrullah, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, dan Ketua Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fuad Zein. (*)