TAJDID.ID || Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra angkat bicara terkait kasus Roy Suryo (RS) yang dilaporkan pada 20 Juni lalu, atas dugaan pelanggaran di Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE dan atau Pasal 156a KUHP.
Menurut Azmi, untuk adanya persamaan hukum Polisi harus bergerak segera periksa kasus Roy Suryo yang dilaporkan terkait dugaan penistaan agama Buddha, walaupun diketahui disisi lain ada pernyataan bahwa sebelum ia mentransmisikan meme stupa candi borobudur yang muatannya sensitif tersebut, mengatakan ada tiga akun media sosial yang lebih dulu mentransmisikan yang sudah pula ia dilaporka ke Polda Metro Jaya. Ketiga akun ini diduga merupakan pengunggah pertama kali gambar dimaksud.
“Meskipun demikian, agar ada kepastian kepada masyarakat serta tidak menjadi kesimpangsiuran atas kasus ini pihak Kepolisian untuk segera bergerak cepat menindaklanjuti mendalami laporan tersebut, mencari keterangan dan alat bukti serta memanggil dan mengusut semua pihak yang terlibat , untuk selanjutnya diproses hukum siapakah yang harus mempertanggungjawabkan,” ujar Azmi, Ahad (26/6).
Terlepas nantinya ditemukan penyebab atau adanya pelaku lain, namun menurut Azmi bukti yang sudah nyata atau apa yang ditransmisikan oleh RS via akun twitternya, jika dikaitkan dengan hubungan sebab akibatnya antara tindakan dan hasilnya dapat dianggap sebagai suatu perbuatan yang melawan hukum dan tindakan yang yang sudah diketahui secara umum.
“Karena perbuatan yang dilakukan oleh RS telah dengan sengaja menyebarluaskan melalui sistem elektronik kepada banyak orang, setidaknya dapat diaksesnya dokumen elektronik atau turut mendistribusikan gambar atau foto yang bermuatan rasa kebencian atau penistaan keagamaan sehingga dapat dilihat orang banyak. Hal ini terbukti dengan adanya laporan polisi termasuk keberatan dari dialektika komentar warga di sosial media yang berpotensi menggangu ketertiban umum,” kata Azmi.
Lebih lanjut Azmi mengatakan, pendistribusian foto tersebut oleh RS melalui akunnya dapat diartikan bahwa RS punya pengetahuan dan menghendaki untuk mentransmisikan dan tahu akibatnya, karena motivasinya sangat mempengaruhi perbuatannya.
“Karena hal ini adalah menjadi syarat mutlak untuk mengukur kesengajaan dalam hukum pidana. Dimana kesengajaan dapat dihukum walaupun kehendak atau tujuan pelaku tidak tercapai,” tutupnya. (*)