Oleh : Syifa Urrohmah
Mahasiswa Santri atau Mahasantri merupakan mahasiswa yang memilih bertempat tinggal dan mendalami ilmu agama di pondok pesantren.
Pada akhir zaman ini, kurangnya pengetahuan mengenai agama dan lemahnya iman dapat menjerumuskan seseorang khususnya mahasiswa ke dalam pergaulan bebas yang tidak baik. Lalu bagaimana cara mengatasinya? Banyak mahasiswa yang memilih jalan berkuliah sekaligus mondok dengan tujuan untuk membentengi dirinya dari pergaulan bebas dan mendapatkan pengetahuan mengenai agama secara mendalam sebagai bekal di akhirat nanti.
Menjadi mahasantri memanglah tidak mudah, banyak tantangan dan rintangan yang harus dihadapi dengan baik. Harus pandai membagi waktu antara kuliah dan mondok agar keduanya berjalan dengan baik.
Lantas apa suka dukanya menjadi Mahasantri?. Lebih dekat dengan Allah SWT. karena selama kita berada di pondok pesantren kita melakukan berbagai macam kegiatan atau ibadah seperti salat berjamaah, mengaji al-Qur’an, kitab dan bersalawat, ketentraman hati dan pikiran terjaga, dapat memanfaatkan waktu luang kuliah dengan hal yang lebih bermanfaat, memiliki banyak teman yang dapat menambah relasi, terhindar dari pergaulan bebas yang membawa dampak negatif bagi kita, merasakan kekeluargaan yang erat, mendapatkan ilmu sebagai bekal di akhirat kelak dan dapat menjadikan materi yang kita pelajari sebagai referensi dalam mata kuliah yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam.
Selain itu kita dilatih hidup mandiri dan hidup prihatin, dapat mengatur waktu dengan baik serta disiplin dalam berbagai hal karena adanya aktivitas kegiatan yang padat, tugas yang menumpuk, hafalan yang banyak menuntut kita agar bisa membagi waktu supaya semua terselesaikan dan terlaksana dengan baik, memperkaya wawasan. Beberapa hal di atas merupakan suatu kenikmatan, manfaat atau bagian suka yang dapat kita peroleh ketika menjadi Mahasantri.
Di samping itu risiko atau duka menjadi seorang mahasantri yaitu; pertama, jauh dari orang tua dalam waktu yang cukup lama. Hal tersebut memanglah berat terlebih saat pertama kali masuk pondok pesantren, rasanya separuh jiwa kita tertinggal di rumah, seiring berjalannya waktu dan bisa beradaptasi dengan baik akan terbiasa.
Kedua, berkurangnya waktu istirahat. Kegiatan dan aktivitas yang padat menyebabkan waktu istirahat kita berkurang.
Ketiga, peraturan yang wajib kita patuhi membatasi kebebasan kita. Keempat, menguras banyak pikiran dan tenaga terlebih jika kita kuliah sampai sore kemudian malam harinya dituntut melakukan kegiatan pondok sampai larut malam.
Terlepas dari duka menjadi seorang mahasantri, jika kita menjalaninya dengan rasa ikhlas karena Allah SWT. enjoy dan tidak menjadikan beban maka semua akan menjadi mudah dan dapat kita lewati. Pada dasarnya untuk meraih kesuksesan, mencapai kehidupan yang lebih baik haruslah membutuhkan suatu perjuangan dan melewati proses yang cukup panjang. (*)
Penulis adalah mahasiswi Universitas Islam Negeri Prof. K.H. Saifuddin Zuhri Purwokerto