Bahkan, kata Epza, operasional kafe tersebut telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik dari aspek KUHP, KUH Perdata, maupun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, dan beberapa peraturan turunannya.
“Jika pihak-pihak berwenang tidak mengambil tindakan sebagaimana ketentuan berlaku dan atau membiarkan praktik kafe tidak mempertimbangan aspek hukum dan kepatutan masalah tersebut berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan bagi warga Jl. Ambai,” tutur Amiruddin lagi.
Karena itu, tim kuasa hukum warga dari PB PASU meminta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untk melakukan evaluasi dan membatalkan izin usaha dan izin komersial atas terbitnya NIB: 2202220066403, tanggal terbit 22 Februari 2022, dan nama pelaku usaha untuk dan atas nama Junaidi M Adam sebagai bagian komitmen penerbitan NIB tersebut.
Pihaknya meminta Wali Kota Medan dan instansi jajarannya untuk menertibkan kegiatan usaha Pos Ambai Coffe di Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan tepatnya pada pertapakan tanah setempat dikenal dengan Jalan Ambai No. 31A dengan 33, karena telah mengabaikan atau melanggar ketentuan yang berlaku.
“Bahwa jika dalam waktu 14 hari setelah somasi ini disampaikan dan tidak direspons atau ditanggapi setelah somasi diterima, maka kami akan menempuh dan mempergunakan jalur hukum yang diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk dan tidak terbatas pada hukum pidana, hukum perdata atau hukum tata usaha negara di dalam menindaklanjuti permasalahan tersebut,” kata Epza.
Baca juga: Kisah Pilu Warga Jl. Ambai Tidur Hanya 2 Jam Gara-gara Kafe Bising
Sebelumnya warga dengan pemilik Pos Ambai Kafe melakukan pertemuan warga diinisiasi Kepling Syafrida. Warga keberatan dengan suara ribut pengunjung kafe yang bukan hanya terjadi sehari dua hari saja, namun sudah berlangsung lama dan pemilik kafe tidak mengacuhkan keberatan warga sekitar.
Pada pertemuan ini, perwakilan masyarakat sudah menyampaikan keberatan yang ditimbulkan Kafe Ambai Corner dan Kafe Pos Ambai. Masyarakat meminta agar dibuat pembatasan jam operasional kedua kafe tersebut dan minta supaya pemilik kafe membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa kafe akan memiliki jam operasional tertentu, tidak sepanjang waktu.
Namun pemilik kafe diwakili Mariana tidak bersedia membuat surat pernyataan, dengan alasan tak ketentuan hukum yang mengaturnya, walau pada saat itu Kepling IV sudah menyarankan agar pemilik kafe membuat surat pernyataan jam operasional kafe, demi ketertiban dan kenyamanan warga. Pertemuan menemui jalan buntu.
Bahkan ketika Komisi 3 DPRD Kota Medan merekomendasikan agar operasional kafe ditutup pada pukul 10 malam, pemilik membandel dan mengabaikannya serta tetap beroperasi sampai dini hari.
Bahkan pihak Pemko melalui kelurahan tidak mampu mempertemukan pihak yang bersengketa dan memilih menyerahkan masalah tersebut kepada DPRD Kota Medan, kata Eka Putra menambahkan. Terkesan ada keberpihakan dan Lurah tidak mampu mengayomi warganya sebagaimana yang harus diembannya, pungkas Epza. (*)