TAJDID.ID~Medan || Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, mahasiswa harus lebih cerdik dari oligarki dan perjuangannya harus mengarusutamakan kepentingan rakyat.
“Jika rezim ingin menunda pemilu dan memperpanjang masa jabatan presiden, silakan saja asalkan dilalui dengan langkah awal referendum untuk meminta persetujuan rakyat,” ujar Shohib dalam Diskusi Publik bertajuk ‘Pemuda dan Mahasiswa Menatap 2024, Kontroversi Penundaan Pemilu’ yang diselenggarakan DPD IMM Sumut Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik di Stadion Cafe, Medan, Ahad (17/4).
Dosen FISIP UMSU ini menjelaskan, referendum amandemen UUD 1945 itu setidaknya berisi penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden dengan prasyarat:
Pertama, pemerintah menunaikan kewajiban memberi pekerjaan last resort bagi semua pengangguran sebagaimana dikehendaki pasal 27 ayat (2) UUD 1945.
Kedua, petani kecil diminta membayar Rp 10.000 ke Bank Rakyat Indonesia untuk biaya penerbitan sertifikat dua hektar lahan yang wajib selesai dibagikan paling lambat dalam satu tahun.
Ketiga, menambah jumlah anggota legislatif 3 kali lipat dari jumlah yang sekarang tanpa pemilu untuk diisi oleh rakyat dengan ketentuan utusan dari organisasi jihadis pendiri negara RI (Muhammadiyah, NU dan lain-lain), organisasi berintegritas lainnya baik dari profesi mau pun yang lain, utusan daerah dan utusan golongan.
Keempat, merumuskan makroekonomi konstitusi berbasis psal 33 UUD 1945 paling lama satu tahun setelah referendum
“Semua orang harus menyadari bahwa pintu gerbang konstitusional tidak tertutup untuk usul penundaan pemilu dan atau perpanjangan masa jabatan presiden lebih dari dua periode. Pasal 37 UUD 1945 tetap setia Menanti Joko Widodo,” tegas Ketua DPD IMM Sumut periode 1986-1988 ini.
Dikatakannya, sepertiga dari anggota MPR mengajukan usul tertulis dengan menjelaskan bagian yang akan diubah beserta alasannya. Lalu 2/3 anggota hadir pada Sidang MPR. Jika keputusan dapat diambil dengan persetujuan 50 persen ditambah satu peserta sidang, semua selesai dan konstitusi baru langsung berlaku.
“Jadi, setiap orang harus tahu bahwa secara teknis mengubah UUD sebetulnya tidak sulit. Terutama jika dihubungkan dengan analisis kekuatan MPR, bingkai kekar sistim politik terkendali dalam koalisi, liberalitas kiblat politik, dan satu lagi, tradisi politik Jawa dapat sangat mengapresiasi,” jelasnya.
“Karena itu dalam pandangan saya permainan akan terus berlanjut. Penggerak utama (Luhut Binsar Panjaitan, Airlangga Hartarto. Bahlil, Muhaimin Iskandar, Zulkifli Hasan) dan kekuatan politik di belakang mereka tak akan istirahat dan akan terus merumuskan kembali strategi dan taktik baru setelah evaluasi unjukrasa mahasiswa 11 April 2022. Istilah kapok dan loja tidak dikenal dalam politik dan kekuasaan,” imbuhnya.
Selain itu, kata Shohib, mahasiswa juga harus menyadari bahwa oligarki itu tidak pernah satu kubu.
“Jika telah merasakan betapa pahit di bawah pengaruh oligarki selama ini, maka merontokkan pemerintahan sekarang juga tidak dapat menjamin keadaan lebih baik. Oligarki tetap akan hadir,” tutupnya.
Kegiatan Diskusi Publik ini dibuka oleh Ketua DPD IMM Sumut, M Arifudin Bone. Dan sebagai kaynot speaker Rahmansyah Sibarani, Wakil Ketua DPRD Sumut dari Partai Nasdem.
Diskusi Publik ini juga menghadirkan narasumber lainnya, seperti, Zeira Salim Ritonga (Wakil Ketua DPRD Sumut/politisi PKB), Mora Harahap (Ketua DPW BM PAN Sumut), Qahfi Romula Siregar (Politisi Partai Demokrat) dan Ahmad Khairuddin (Ketua KNPI Sumut). (*)