TAJDID.ID || Perkembangan teknologi memungkinkan kita mudah untuk mengakses informasi dan kegiatan tanpa terkendala ruang dari berbagai pakar regional dan inernational , hal ini seperti ketika mengikuti rangkaian Kuliah Online The International Institute of Islamic Thought (IIIT).
Shahran Kasim selaku Koordinator Pembelajaran Online IIIT Asia Timur dan Tenggara dalam keterangan yang disampaikan kepada kontributor Arief Hartanto pada Jum’at (26/3/2022) bahwa pada kali ini kuliah online membahas “ Urgensi Pendidikan Islam” yang menampilkan pembicara Assoc. Prof. Dr. Murniati Mukhlisin, M. Acc, CFP, Rektor Institut Agama Islam Tazkia Rabu, 23 Maret 2022/19 Sya’ban 1443 H.
Dalam paparannya, Murniatai Mukhlisin menandakan, bahwa Islam adalah agama sempurna yang mengatur semua bidang kehidupan (QS Al Maidah: 3).
“Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk menggapai ridha Allah. Dengan pendidikan, diharapkan akan lahir individu-individu yang baik, bermoral, dan berkualitas, sehingga bermanfaat kepada dirinya, keluarganya, masyarakatnya, negaranya, dan manusia secara keseluruhan.” ujarnya Murniati.
Lebih lanjut dikatakannya, kemajuan umat Islam dalam pengusaan ilmu pengetuhuan lebih tampak pada
abad pertengahan, ketika umat Islam tidak hanya tampil dalam bidang ilmu agama saja akan tetapi mampu menguasai ilmu sains dengan melalui pengamatan, eksperimental, dan penggunaan akal intelektual yang pada saat itu cinta akan ilmu.
“Ayat pertama kali turun kepada Nabi SAW secara jelas sekali semangat Islamisasi ilmu pengetahuan kontemporer, yakni ketika Tuhan menekankan bahwa Dia adalah sumber dan asal ilmu pengetahuan manusia,” ungkap Murniati.
Terkait Islamisasi ilmu pengetahuan, Murniati memberi beberapa catatan: Pertama, unsur Islam dalam dalam kata Islamisasi tidak mesti dipahami secara ketat sebagai ajaran yang harus ditemukan rujukannya secara harfiah dalam Al-Qur’an dan hadis, tetapi sebaiknya dilihat dari spiritnya yang tidak boleh bertentangan dengan ajaran-ajaran fundamental Islam.
Kedua, Islamisasi ilmu pengetahuan tidak semata pelabelan ilmu pengetahuan dengan ayat-ayat Al-Qur’an atau hadis yang dipandang cocok dengan penemuan ilmiah, tetapi beroperasi pada level
epistemologis.
“Ketiga, Islamisasi ilmu pengetahuan didasarkan pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan tidak pernah sama sekali bebas nilai,” tutup Murniati. (*)
Kontributor: Arief Hertanto