TAJDID.ID || Wawasan akan Islam dalam segala aspek kehidupan adalah sebuah keniscayaan, salah satunya sebagaimana digagas oleh International Institute of Islamic Thought /Institut Internasional Pemikiran Islam (IIIT) adalah lembaga swasta, non-profit, akademik, budaya dan pendidikan, berkaitan dengan isu-isu umum pemikiran Islam dan pendidikan.
Lembaga ini didirikan di Amerika Serikat pada tahun 1981 (1401 H) yang membuka kelas terbuka untuk semua kalangan tanpa memandang latar belakang pendidikan untuk mengikuti seri kursus online dengan menggunakan zoom, Youtube dan FB . Kelas ini gratis dan E-sertifikat akan diberikan kepada peserta yang menghadiri minimal lima kelas untuk setiap mata kuliah.
Pembahasan yang komprehensif ini bisa disimak dan diikuti dengan berbagai bahasan keilmuan yang akan dibahas secara intensif dan mendalam oleh para pakar dibidangnya.
Peserta yang berminat dapat mendaftar di https://bit.ly/KuliahIIIT atau bergabung di salah satu group WhatsApp berikut: Group K21: https://chat.whatsapp.com/Bcx2cIupxKq5PvQPObttqa atau Group K22: https://chat.whatsapp.com/KCfzFlThb0J7ytcS4TIpil.
Baca juga:
- Prof Taufik Kasturi: Psikolog Muslim Jangan Terlalu Larut dalam Pemikiran Barat
- Kuliah Online IIIT, Prof Murniati Mukhlisin Uraikan 5 Landasan Ekonomi Islam
Dalam kesempatan Rabu, 17 Feb 2022 disampaikan materi Pengantar Ekonomi Islam bagian 2 dengan menghadirkan Prof. Dr. Raditya Sukmana pakar ekonomi Islam dari Universitas Airlangga.
Pada prolog paparannya Prof Raditya menuturkan, kursus online yang digagas ini selain untuk peserta yang berlatar belakang ekonomi namun juga penting untuk segala disiplin ilmu karena terkit dengan cara pandang world of view dan untuk membedakan diri antara cara pandang kapitalis dengan yang Islami.
“Teori ekonomi Islam menjelaskan bahwa segala masalah ekonomi yang membahas tentang perekonomian perlu dipelajari lebih dalam untuk kemaslahatan umat. Tujuan ekonomi Islam adalah guna mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat berupa maslahah yaitu semua bentuk keadaan atau perilaku yang mampu meningkatkan kedudukan manusia sebagai makhluk yang paling mulia untuk jalan mencapai ridha-Nya,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, Al Qur’an telah memberikan panduan tentang bagaimana bermuamalah seperti bisa disimak kaitannya dengan Al Baqoroh 282 ayat yang sangat kental nuasa ekonominya, dimana didalamnya disampaikan:
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”.
Menurut Prof. Raditya Sukmana, kegiatan perekonomian ini diletakkan diatas landasan al-tawhid (Keesaan Allah SWT.), kaidah al-’ubudiyyah (Beribadah Kepada Allah SWT.), Manusia sebagai hamba dan khalifah sekaligus pelaku ekonomi Islam, mawarid al-tabi’i (Sumber Daya Alam) sebagai alat atau wasilah pembangunan ekonomi, al-tawaazun (keseimbangan) antara dunia dan akhirat; mencapai mardatillah (ridha Allah SWT.)”
Ia juga mengungkapkan, prinsip dasar ekonomi Islam meliputi ; pengendalian harta individu, distribusi pendapatan yang inklusif, bertransaksi produktif dan berbagi hasil, transaksi keuangan terkait erat sektor riil, partisipasi sosial untuk kepentingan publik dan bertransaksi atas dasar kerjasama dan keadilan .
“Dalam praktiknya bisa dilihat betapa ekonomi Islam mendudukkan keadilan dan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat dilevel yang tinggi. Keuangan Islam ditujukan untuk mengalirkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana untuk kegiatan produktif di sektor riil,” tegasnya.
“Selain itu, ekonomi Islam memiliki instrumen keuangan (seperti ZISWAF) untuk mengentaskan kemiskinan melalui pendistribusian kekayaan secara adil. Instrumen tersebut membantu pemerintah untuk mengurangi ketimpangan dan meningkatkan kesejahteraan sosial,” imbuhnya. (*)
Kontributor: Arief Hartanto