Politisi Mitomaniak
Memang, tak dapat dipungkiri, dalam budaya politik yang pragmatistik boleh jadi sikap dan prilaku jujur bukanlah pilihan yang tepat dan menguntungkan. Karenanya, sulit untuk mengalokasikan tempat yang benar-benar “bersih” untuk mengakomodir nilai-nilai “kejujuran” dalam seluk-beluk kehidupan politik yang kotor, sarat kecurangan dan penuh kepalsuan.
Demikianlah. Dalam realitas kehidupan politik (demokrasi) yang banal tentunya membuat kecenderungan perilaku bohong diantara pelaku politik semakin mendapat ruang, sehingga berpotensi kian merajalela. Bahkan, bukan tidak mungkin suatu saat tradisi politik bohong bakal menjelma jadi bentuk kehidupan (forms of life), yakni sebuah realitas kehidupan yang lambat laun akhirnya akan dimaklumi dan ditolerir.
Jika perilaku berbohong sudah sedemikian mendarah daging dan menjadi gaya hidup bagi kebanyakan para politisi negeri ini, maka pantas kiranya disinyalir mereka telah mengindap “mitomaniak” (mythomaniac), yakni semacam penyakit berbohong kronis.
Adalah seorang psikiater bernama Ferdinand Dupre (1905) yang pertama kali memperkenalkan istilah mythomaniac ini. Menurut Dupre, mythomaniac adalah sebuah penyakit psikis, dimana seseorang memiliki kecenderungan berbohong yang begitu parah dan sudah menjadi tabiat.
Dalam melakukan kebohongan demi kebohongan, politisi mitomaniak cenderung tidak mau tahu bahwa apakah orang lain akan merasa terganggu dan dirugikan oleh kebohongannya. Sebab yang terpenting baginya adalah dengan kebohongannya dia kemudian bisa mendapat justifikasi terhadap apa yang ingin ia wujudkan demi meraih tujuan dan memenangkan kepentingannya.
Politisi mitomaniak juga terbiasa medramatisir dan merekayasa cerita mereka sepanjang waktu ketika ditanya tentang ikhwal tertentu agar orang lain tetap percaya. Dan bukan hal yang tabu, bahkan dianggap lazim jika ucapan mereka yang sekarang bertentangan dengan apa yang mereka katakan sebelumnya dan bertolak belakang dengan apa yang akan dikatakannya nanti. Itulah sebabnya mereka dikenal sebagai ahlinya ngeles, berdebat, berpolemik dan mencari alibi untuk membenarkan dan memenangkan kepentingannya.
Ciri lain politisi mitomaniak adalah memiliki ekspresi yang seolah-olah tanpa dosa (innosence). Maksudnya, saat berbohong sama sekali ia tidak terlihat kikuk. Seorang politisi mitomania juga biasanya memiliki pesona yang bisa menghipnotis dan memanipulasi orang lain. Mereka bukan hanya jago beradu siasat, tapi juga mahir bersilat lidah untuk mengelabui orang lain.
Dan parahnya, kendati kerap ketahuan berbohong, mereka tidak akan sertamerta mengakuinya. Sebisanya mereka akan berupaya untuk memungkirinya, seraya kembali merancang alibi dengan argumen yang meyakinkan untuk menutupi kebohongannya. Tujuan jelas, yakni guna memulihkan kembali keparcayaan publik kepada mereka.
Bersambung ke Hal 3