Postmodernisme dan Peluang Diskursus Lokal
Dunia terus mengalami perubahan. Perubahan tersebut juga merambat pada aliran pemikiran yang saat ini sudah berada pada fase postmodernisme. Sebagai satu aliran atau pemikiran filsafat yang berkembang di penghujung abad 20, postmodernisme menjadi satu aliran pemikiran yang kritis terhadap filsafat modernisme yang cenderung mengedepankan aspek rasionalisme dalam bidang ilmu pengetahuan. Kritik teoritikal postmodernisme terhadap filsafat modernisme menghasilkan satu penekanan pada nilai relativitas, anti-universalitas, nihilistik dan kritik terhadap fundamentalisme sains.
Ciri dari pemikiran postmodernisme cenderung menolak meta-narasi, totalitas dan pendangan-pandangan besar dunia. Artinya, postmodernisme lebih senang menerima penjelasan yang bersifat “lokal naratif” dari kehidupan masyarakat manusia. Jean-Francois Lyotard sebagai filsuf postmodernisme mengatakan bahwa cerita agung tentang sejarah dan masyarakat yang diungkapkan oleh kelompok ilmuan renaisans (baca; ilmuan abad pencerahan) adalah cerita yang harus diabaikan dalam dunia postmodernisme. Lyotard sendiri lebih cendrung menyukai “cerita kecil” tentang masalah sosial yang dikatakan oleh manusia sendiri pada level kehidupan dan perjuangan mereka di tingkat lokal. Pada istilah lain disebut dengan semangat lokalitas.
Hadirnya postmodernisme dengan semangat lokalitas tentu memberikan peluang pada munculnya diskursus lokal. Peluang ini semakin membesar dengan bergesernya bentuk media massa yang tidak lagi hanya berbasis pada media cetak dan elektronik tetapi juga sudah berbasis pada media digital dengan bentuk sosial media. Di sini, setiap orang dapat membentuk medianya sendiri dengan konten-konten yang kritis, informatif, kreatif, dan terkadang oportunis.
Melalui media sosial banyak “cerita-cerita kecil” terbentuk. Cerita yang selama ini tidak dianggap penting tetapi dapat menjadi viral melalui media sosial. Terkadang banyak hal-hal yang viral pada media sosial justru tidak terkait dengan narasi besar, tetapi lebih kepada hal-hal yang bersifat lokalitas seperti pemalakan yang dilakukan oleh preman-preman kampung dan bahkan memukul-mukul batang pohon pisang hingga roboh juga dapat menjadi viral dengan tagline “salam dari binjai”. (Bersambung ke hal 3)