TAJDID.ID~Medan || Belum lama ini, kader Intelektual Muda Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz yang melontarkan pernyataan, bahwa kelompok radikal menyusupkan ideologinya ke para aparatur negara di sebuah instansi dengan sangat rapi dan cenderung terselubung, sehingga luput dari perhatian serta penanganannya terlambat.
“Memang kelompok radikal ini sebetulnya begitu masif melakukan infiltrasi yang mana hal ini tidak disadari pimpinan di instansi tersebut, sehingga penanganannya cenderung terlambat,” ujar Darraz, Rabu (6/10), seperti dilaporkan jpnn.
Saking rapinya, kata Muhammad Abdullah Darraz, hasil riset yang dilakukan Alvara Research pada 2018 menunjukkan 19,4 persen ASN terindikasi radikal dan intoleran.
Menanggapi pernyataan Muhammad Abdullah Darraz tersebut, sosiolog FISIP UMSU Shohibul Anshor Siregar tidak terkejut.
Dikatakannya, sebagaimana terjadi pada tataran internasional, Indonesia berhasil mendorong munculnya lembaga-lembaga produsen data dan opini publik berporos Islamofobia atau malah ada yang lebih buruk dari itu.
“Mata dagangannya amat sederhana, tetapi efektif untuk ukuran Indonesia yang taraf literasinya rendah,” ujar Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini kepada tajdid.id, Selasa (13/10/2020).
“Karuan saja orang Indonesia yang mayoritas tak tahu survei serta-merta menerima hasil yang diumumkan seperti UU,” imbuhnya.
Dulu, kata Shohib, mungkin lembaga seperti ini (Alvara Research-red) tak begitu menghitung aktor yang beroleh insentif untuk memainkan pesan-pesan politik melalui angka. Tapi kini telah banyak lembaga yang terkoneksi dengan kelompok mapan dan label Islamnya sudah lama tersemat.
Namun Shohib mengingatkan, bahwa tidak mudah untuk menyesatkan umat terus-menerus. Ditegaskannya, kesadaran mulai muncul dan tak jarang menantang konsep-konsep sembrono yang merugikan umat, seperti terorisme, pluralisme, intoleransi dan sebagainya.
“Pekerjaan ini tidak skala lokal dan nasional, melainkan internasional. Karena itu di tengah keadaan rakyat menderita, lembaga-lembaga itu bisa tetap makmur karena insentif,” tukasnya.
“Saat nanti lembaga donor lesu, lesu pula kinerjanya. Itu mulai terasa terutama sejak orang Amerika mengakui kamilah yang membuat ISIS,” tutup Shohib.