Langkah Terakhir
Karya: Nazik Al Malaikah
Saksikanlah,wahai pepohonan
aku takkan lagi melihat dari bawah rindangmu
inilah aku, kini telah pergi, jangan kau tangisi kesedihanku
Sebab kesedihan dan harapanku tak akan menghukummu
Langkahku dalam gelap, jangan kau anggap ia
Sebagai langkah terakhirku di sini
mengembalikan nyanyian-nyanyian yang tak ia mengerti
Perlahan kau akan pupus jua sebagaimana diriku
Langkahku, tempat kembali segala kepiluan
Oh, andai saja aku mendengar suara nestapa
Andai saja aku kehilangan inderaku, andai saja
Mungkin aku tak kan menyaksikan mimpi yang asing itu
Mimpi macam apa yang layu di atas pasir
Kuukir diatasnya seluruh melodi hidupku
Seluruh mimpi dan khayal masa mudaku
Seluruh degup nada-nada
Kini, darimu, aku pergi, wahai pohon
Dalam jubah pengembaraan dan penghormatan
Andai saja aku beranikan diri untuk berjumpa denganmu
Memandangmu sekali lagi, tanpa air mata
Takkan kau rasakan, esok hari, dampak dari kesalahanku
Aku, wahai saudaraku, tak akan pernah kembali
Semua impian dan kacaunya mimpiku
ٍSurga gemilang asa dan langkah pengembara
akan kutemui kayu dalam bayang bayang dan aku pun berlalu
Apa artinya, setelah ini, kayu yang rapuh itu?
Aku akan hidup, wahai langitku, diatas bumi
Maka akan kuselipkan cahya dalam hati terdalamku
Sampai jumpa, engkau, oh, impian masa mudaku
Apakah kau yang telah merajutnya lima puluh tahun lamanya
Dialah aku, hasrat yang terkubur di bumi
Dan akan kurahasiakan cita citaku yang getir dan penuh duka
Jalan-jalan yang indah akan menangis
Di atas kenangan-kenanganku, namun jiwaku tak akan pernah kembali
Wahai pohon pohon, anggaplah jiwaku berasal darimu
bahwa ingatan hasratku tak kan pernah padam
Dan aku? Jangan kau ragu, anggap saja engkau berasal dariku
Sungguh, kenanganmu di hatiku akan hidup kembali
Segala tentangmu akan mengakar dalam kedalaman diriku
Ia abadi sebagai penyair yang abadi
Wahai pohon-pohon, jangan, jangan ingat aku lagi
Aku hanyalah berhala keputusasaan dalam wujud manusia
Aku tak punya apapun selain puing-puing kerinduan
Dan sisa-sisa nestapaku yang abadi
Dulu aku pernah terhempas di antara mendung-mendung
Menumpahkan mimpi-mimpi d dalam kedalaman hidupku
Bersamaku, anganku mengangkasa melebihi tinggi gemintang
Dan puisi mencipta hasrat terindah untukku
Hai kayu, selamat tinggal dari kehidupanku
Senja telah tiba dan sungguh telah tiba pula keberangkatanku
Hapuslah yang telah lalu, hapus lagu-laguku
Lupakan lagu-lagu nestapa dan duka laraku
Hingga tak lagi kau ingat lagu lagu piluku, esok hari
Senandung suka dandukanaku
Lupakanlah aku, sungguh aku telah jauh pergi bersama dosa-dosaku
inilah aku tenggalam dalam kalbu senja
Nazik al-Malaikah bernama lengkap Nazik Shadiq Ja’far al-Malaikah. Ia lahir pada 23 Agustus 1923 di Bagdad. Ia tumbuh dalam lingkungan yang mencintai ilmu dan sastra. Kedua orang tuanya merupakan penyair, sehingga tidak heran jika ia sudah mulai menyentuh sastra klasik dari kecil. Ia menguasai ilmu nahwu, membaca dan mempelajari sumber-sumber warisan bangsa Arab, baik bidang bahasa maupun sastra. Sebagai seorang penyair perempuan, Nâzik al-Malâikah termasuk pembaharu pertama dalam puisi Arab modern dengan memunculkan puisinya الكوليرا pada tahun 1947. Puisi ini disebut-sebut sebagai pendobrak pertama gerakan pembaharuan dalam puisi Arab modern atau yang lebih dikenal dengan puisi bebas (al-Syi’r al-Hurr).