Oleh: M. Yoserizal Saragih, S.Ag, M.I.Kom
Ujuran kebencian atau ucapan kebencian merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, maupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbgai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan agama dan lain sebagainya.
Hate speech (ujuran kebencian) adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku, pernyataan, atau korban dari tindakan tersebut. Website yang menggunakan atau menerapkan ujaran kebencian (hate speech) ini disebut (hate Site). Ujaran kebencian dapat berupa penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, menghasut, menyebarkan berita bohong. Pelaku ujaran kebencian (hate speech) bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
Sepanjang tahun 2020, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) mencatat 443 kasus terkait ujaran kebencian. Selain itu, Bareskrim Polri juga menyatakan ada 89 konten di media sosial (medsos) yang dinilai melakukan pelanggaran ujuran kebencian (hate speech). Dari periode 23 Februari sampai 11 Maret 2021 menunjukkan ada sebanyak 125 konten yang diduga pelanggaran ujuran kebencian (hate speech), dari jumlah itu 89 di antaranya dianggap melakukan dugaan pidana ujaran kebencian. Menurut Ahmad dari 125 konten yang ada itu didominasi jenis platform Twitter yang paling banyak yaitu 79 konten kemudian Facebook 32 konten Instagram 8, YouTube 5 dan WhatsApp 1 konten jadi yang paling banyak melalui Twitter.
Maraknya ujaran kebencian saat ini di berbagai media sangatlah memprihatinkan seperti yang kita ketahui bersama bahwa jumlah pengguna media massa akan selalu mengalami peningkatan tiap harinya sehingga jumlah ujaran kebencian yang terdapat di media di masa yang akan datang dimungkinkan melebihi angka yang telah ada apabila tidak segera diatasi dengan serius baik oleh pemerintah maupun diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dari itu dalam mengatasi maupun menangkal ujaran kebencian (hate speech) tersebut. Perlu adanya suatu peran dari jurnalistik Islam. Seperti kita ketahui bahwa jurnalistik Islam menurut Emha Ainun Nadjib adalah sebuah teknologi dan sosialisasi informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam bagaimana dan kemana semestinya manusia, masyarakat, kebudayaan, dan peradaban mengarahkan dirinya.
Secara sederhana, jurnalistik Islam bisa diartikan sebagai kegiatan berdakwah melalui karya tulisan. Karya itu dimuat di media pers. Baik dalam bentuk berita, feature, artikel, laporan, tajuk, dan karya jurnalistik lainya. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka karya-karya jurnalistik itu sudah barang tentu berisi ajakan atau seruan mengenai pentingnya meraih keberhasilan, mencapai kemajuan, mengerjakan kebaikan, dan meninggalkan kenistaan. Ajakan dan seruan yang semuanya bersumber dari aqidah Islam, tauhid, dan keimanan. Semua itu jurnalistik mememiliki peran dalam menyampaikan suatu berita maupun informasi yang mengandung nilai-nilai kebaiakan untuk diketahui masyarakat serta memberikan edukasi kebaikan kepada masyarakat, misalnya tentang dampak buruk dari ujuran kebencian (hate speech) itu sendiri. Berdasarkan paparan ditersebut, penulis ingin mengkaji sejauhmana peran jurnalistik Islam dalam menangkal hate speech (ujaran kebencian).
Pengertian Jurnalistik Islam
Jurnalistik Islami merupakan serangkaian kegiatan dalam menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak ramai melalui saluran media. Tekanannya tentu pada media pers baik surat kabar, majalah, maupun tabloid. Karena melalui media pers, pesan dakwah itu tentu saja disampaikan melalui karya tulisan. Secara ringkas, jurnalistik islami dapat kita artikan sebagai kegiatan berdakwah melalui karya tulisan. Karya itu dimuat di media pers. Baik dalam bentuk berita, feature, artikel, laporan, tajuk, dan karya jurnalistik lainnya. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, maka karya-karya jurnalistik islami ini harus berisi ajakan untuk mengerjakan kebajikan dan meninggalkan keburukan. Ajakan yang dilakukan bersumber dari aqidah islam, tauhid dan keimanan. Definisi jurnalistik islam menurut beberapa tokoh sebagai berikut:
a. Emha Ainun Nadjib menyebut bahwa jurnalistik Islam adalah sebuah teknologi dan sosialisasi informasi (dalam kegiatan penerbitan tulisan) yang mengabdikan diri kepada nilai agama Islam bagaimana dan kemana semestinya manusia, masyarakat, kebudayaan, dan peradaban mengarahkan dirinya.
b. A. Muis mengatakan bahwa Jurnalistik Islam adalah menyebarkan (menyampaikan) informasi kepada pendengar, pemirsa, atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah Swt. (Alqur’an dan Hadits Nabi).
c. Dedy Djamaludin Malik mengemukakan yang dimaksud dengan Jurnalistik Islami adalah proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan ajaran Islam kepada khalayak. Jurnalistik Islami adalah Crusade Journalism, yaitu jurnalistik yang memperjuangkan nilai-nilai tertentu, yakni nilai-nilai Islam.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat simpulkan bahwa yang dimaksud dengan jurnalistik Islam merupakan serangkaian proses meliput, mengolah, dan menyebarluaskan berbagai peristiwa dengan muatan nilai-nilai Islam dengan mematuhi kaidah-kaidah jurnalistik/norma-norma yang bersumber dari Alqur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. Jurnalistik Islami mengedepankan kepada dakwah Islamiyah. Yang mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar. Firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104 menyebutkan, yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyuruh kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.