TAJDID.ID~Medan || Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan delapan laporan keuangan Pemprov Sumut yang tidak sesuai dengan ketentuan dan belum bisa dipertanggungjawabkan dengan jumlah total, Rp 70.036.126.407.00 pada tahun anggaran 2020.
Menaggapi hal tersebut, Sosiolog FISIP Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) menilai kurang bermanfaat sekarang ini menyorot dugaan kebocoran dana Covid-19 secara parsial (daerah-daerah). Menurut Shohib, hal itu seperti terpaku sebatang pohon sehingga tidak berhasil dalam tugas membuat deskripsi lengkap tentang hutan.
“Dengan ditangkapnya Menteri Sosial RI Juliari Batubara, sebetulnya sudah sangat terbuka untuk mengatakan bahwa peristiwa buruk penyelewengan dana bencana Covid-19 ini adalah tragedi nasional yang bersifat sistemik,” ujarnya.
Shohib mengungkap salah satu berita pada media (TEMPO) yang terbit di Jakarta tanggal 22 Desember 2020 misalnya menyebut bahwa audit dengan tujuan tertentu yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) anggaran bantuan sosial untuk korban pandemi bocor di banyak tempat. Kerugian negara tidak hanya disebabkan faktor upeti Rp 10 ribu per paket yang diduga mengalir ke Menteri Sosial RI Juliari Batubara yang kini kasusnya sudah disidangkan setelah kena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Media yang sama juga menyajikan berita yang lain pada edisi yang sama dengan judul “KPK berjanjji Telusuri Peran Gibran”. Sub judul berita ini berbunyi, “Putra Sulung Jokowi itu membantah Ikut Campur Tangan dalam Urusan Bantuan Sosial”. ICW sendiri meminta agar dalam kasus ini KPK tidak ragu-ragu menjerat perusahaan dengan pidana korporasi.
Berusaha mendeskripsikan anatomi kasus, selanjutnya media ini menginvestigasi banyak hal termasuk bagaimana proses bocornya bantuan di banyak jurusan sehingga nilai bantuan yang dianggarkan Rp 300 ribu mengerdil dan susut menjadi Rp140-150 ribu. Mahal kemasan dari harga pasar, karena BPKP menemukan tak kurang dari Rp 6,09 miliar kelebihan pembayaran negara. Cacat bantuan lewat perusahaan dadakan karena sejumlah rekanan pengadaan bantuan sosial bahkan sudah mendapat proyek sebelum akta perusahaannya dibuat, dan lain-lain.
“Jadi kebobrokan ini berinduk pada sistem nasional kita dan akan menjadi kesia-siaan jika membincangkannya dengan menyoroti fenomena di hilirnya belaka,” tutup Shohib. (*)