TAJDID~Jakarta || Pakar epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono mengingatkan, bahwa wabah Covid-19 ke depan akan jauh lebih buruk dari gelombang pertama. Pasalnya, lonjakan kasus Covid-19 belakangan terjadi usai munculnya varian baru dan protokol kesehatan yang tak lagi menjadi perhatian utama.
“Ada dua hal yang membuat gelombang dua berpotensi lebih tinggi. Karena karakteristik virus, varian, dan juga protokol kesehatan masyarakat,” jelas Pandu.
Ia menyayangkan, pandemi Corona seolah tak berarti apapun bagi masyarakat maupun warga. Ia menggambarkan situasi pandemi Corona di Indonesia bukan mencapai herd immunity, melainkan ‘herd stupidity’ saat warga dan pemerintah sama-sama mengabaikan Covid-19.
Akibatnya, hingga kini Corona di Indonesia tak kunjung terkendali. Catatan kasus varian baru Corona terus melonjak menjadi lebih dari 140 kasus.
“Herd kan komunal, kebodohan bersama. Itu artinya kebodohan bersama, makanya Indonesia herd stupidity. Sudah tahu mudik dilarang, masih pergi. Sudah diingatkan kemungkinan varian baru, nggak peduli. Sudah tahu mudik bisa meningkatkan kasus, tidak dilarang dengan ketat. Ya baik pemerintah maupun masyarakat sama-sama abai,” bebernya, dikutip dari detik.com, Senin (21/6/2021).
Diungkapkannya, puncak Corona pertama terjadi di Januari hingga Februari. Kini, pandemi Covid-19 Indonesia berada di gelombang kedua Corona tetapi belum mencapai puncaknya.
“Kalau kemarin Januari-Februari disebut puncak pertama, ya, saat ini bisa disebut kita sudah di gelombang kedua, tapi belum selesai. Dan ini kemungkinan menuju puncak gelombang kedua yang lebih tinggi dari yang pertama,” jelasnya.
oleh karena itu Pandu mengimbau agar ada ketentuan selektif bagi pasien yang dirawat di rumah sakit. Ia menyarankan hanya pasien Corona yang membutuhkan alat bantuan oksigen seharusnya yang dirawat di rumah sakit.
“Selebihnya, pasien Corona bergejala sedang dan ringan fokus dirawat di RS darurat Covid-19 hingga isolasi mandiri,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memproyeksi Indonesia bisa mencapai herd immunity alias kekebalan komunal sebesar 70 persen pada Maret 2022. Hitungan ini muncul karena Indonesia sudah menggelar vaksinasi virus corona sejak Januari 2021.
“Herd immunity di Indonesia diperkirakan akan dicapai pada Maret 2022 atau 15 bulan setelah vaksinasi yang telah dimulai tahap pertama pada 14 Januari 2021,” ungkap Suharso saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Rabu (17/3).
Ia menjelaskan proyeksi itu berasal dari jumlah peserta vaksin yang mencapai 181,5 juta orang. Rinciannya, terdiri dari tenaga kesehatan 1,4 juta, petugas publik 17,4 juta, lanjut usia alias lansia 21,5 juta, masyarakat rentan 63,9 juta, dan masyarakat lain 77,4 juta orang. (*)