TAJDID.ID~Jakarta || Kasus Suap Walikota Tanjung Balai Syahrial perlahan semakin terkuak. Ternyata Syahrial bukan hanya menjalin komunikasi dengan penyidik Robin Stefanus , tetapi juga diduga sempat beberapa kali melakukan percakapan dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.
Menaggapi hal tersebut, Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra menuturkan, bahwa ada dugaan bahwa komisioner KPK Lili Pintauli Siregar beberapa kali berkomunikasi dengan Syahrial saat KPK tengah mengusut kasus jual-beli jabatan di Tanjungbalai.
“Patut diduga tindakan yang bersangkutan selaku komisioner melakukan perbuatan tercela yang dikualifikasi membocorkan proses penanganan perkara di KPK,” ujar Azmi Syahputa dalam keterangannya, Sabtu (12/6).

Menurut Azmi, apa yang dilakukan Lili jelas kesalahan yang melekat pada dirinya selaku komisioner , karena setiap tindakan komisioner KPK tidak boleh dengan alasan apapun berkomunikasi dengan pihak yang ada hubungannya dengan perkara.
“Jelas ini melanggar hukum dan menyalahgunakaan kedudukannya sebagai komisioner KPK, maka mengacu UU KPK tindakan oknum komisioner ini dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Jo Pasal 65 Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun,” jelasnya.
“Karenanya bila mengacu pada Pasal 32 UU 19 tahun 2019 atas tindakannya tersebut dapat diberhentikan,” imbuh dosen Pidana Universitas Tri Sakti ini.
Azmi menilai, apa yang telah dilakukan Lili bukan lagi hanya melanggar kode etik insan KPK, karena tindakannya nyata bertentangan dengan hukum yang diancam pidana dan melanggar asas kepatutan.
Bahkan, menurut Azmi, yang diperbuat Lili merupakan kesengajaan, karena komunikasi dilakukan berkali kali kepada pihak yang ada hubungannya dengan perkara tindak pidana korupsi dan tercermin pada perbuatannya dan karenanya harus dimintai pertanggungjawaban hukum karena motivasi dari seorang komisioner KPK ini sangat memperngaruhi perbuatannya.
“Termasuk perilaku kejahatannya ini menggambarkan kualitas yang tidak patut dari seorang komisioner KPK, karena dalam hukum dikenal asas dimana ada pelaku utama di situ ada pelaku pembantu(omne principale trahid ad se accessorium). Apalagi hal ini telah pula dilaporkan oleh mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK Sujanarko,” kata Azmi.
Berkait fakta ini, Azmi melihat disinilah peran sekaligus keberanian Dewan Pengawas (Dewas) KPK diuji untuk segera bertindak menindaklanjuti dan apabila memang terbukti ada fakta bahwa komisioner KPK ini melakukan tindak pidana maupun pelanggaran ketentuan undang undang KPK.
“Maka Dewan Pengawas KPK harus menyelengarakan sidang yang cepat, karena Dewaslah Jadi aktor utama yang berpengaruh di KPK jika terjadi tindak pidana dan termasuk dugaan pelanggaran. Ini yurisdiksi Dewan Pengawas KPK,” kata alumni Fakultas Hukum UMSU ini.
Azmi mengatakan, KPK harus bersih dan ini tugas utama dari Dewan Pengawas.
“Dewas harus memastikan bahwa komisioner KPK dijauhkan dari kepentingan pribadi atau melindungi kelompok tertentu apalagi dalam kasus ini telah pula berkomunikasi membocorkan perkembangan penyidikan, karena sebagai konsekuensi dari fungsinya untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK termasuk melakukan evaluasi kinerja pimpinan KPK,” pungkas Azmi. (*)