TAJDID.ID || Menurut kebijakan militer zionis, setiap warga Gaza adalah target. Dan itu bukanlah sebuah kebetulan, melainkan kesengajaan alias strategi yang secara sadar digunakan. Strategi tersebut lebih dikenal sebagai “Doktrin Dahiya”.
Strategi ini muncul setelah zionis tanpa pandang bulu menyerang infrastruktur militer dan fasilitas sipil di lingkungan Beirut pada tahun 2006, setelah bentrokan senjata dengan milisi syiah Hizbullatta.
Kebijakan tersebut pertama kali disebutkan oleh Institute for National Security Studies (INSS), sebuah wadah pemikir yang memiliki hubungan dekat dengan pembentukan penjajah zionis dan serdadu ‘Israel’.
INSS menerbitkan kebijakannya dalam sebuah makalah “Kekuatan Tidak Proporsional: Konsep Tanggapan ‘Israel’ dalam Perang Lebanon Kedua”.
Strategi tersebut menekankan bahwa dalam konflik dengan Hamas, serdadu zionis harus menggunakan kekuatan yang tidak proporsional terhadap gerak-gerik musuh dan ancaman yang ditimbulkannya.
Tindakan yang dilakukan zionis ‘Israel’ di Gaza secara kuat dan terbuka menunjukkan bahwa strategi ini bertentangan dengan hukum internasional.
Menurut Lembaga INSS, pesawat-pesawat perang zionis telah sepenuhnya menghancurkan beberapa blok menara sipil di Gaza.
Serangan udara yang berkelanjutan telah menewaskan lebih dari 200 warga Palestina, termasuk puluhan anak-anak.
Tindakan itu bukan sebuah kebetulan atau ketidaksengajaan, tetapi karakteristik dari strategi zionis, yang bertujuan untuk menanamkan ketakutan kepada warga sipil yang menentang negara palsu ‘Israel’.
Zionis ‘Israel’ sengaja menanggapi secara tidak proporsional untuk memperjelas bahwa negara palsu itu tidak akan menerima upaya untuk mengganggu ketenangan yang saat ini berlaku di sepanjang wilayah yang dijajahnya.
Seorang eks petinggi serdadu zionis, Gadi Eisenkot, berbicara kepada pers pro ‘Israel’ pada tahun 2008, mengatakan bahwa Doktrin Dahiya bukanlah sebuah usul atau saran, tetapi sebuah rencana yang telah disahkan oleh “negara”.
Pada tahun 2006, petinggi serdadu zionis Dan Halutz sesumbar bahwa militer akan menargetkan infrastruktur sipil di Lebanon dengan tujuan untuk “memutar mundur” waktu di Lebanon selama 20 tahun.
Zionis menanamkan strategi seperti itu selama serangannya di Gaza pada 2008-2009, yang menewaskan lebih dari 1.400 warga Palestina.
PBB menugaskan misi pencari fakta, yang dikenal sebagai Laporan Goldstone, yang menyimpulkan bahwa strategi zionis dirancang untuk menghukum, mempermalukan, dan meneror penduduk sipil.
Profesor hukum internasional Richard Falk menggambarkan Doktrin Dahiya ‘Israel’ tak hanya melanggar secara terang-terangan norma paling dasar dari hukum perang dan moralitas universal, tetapi juga pengakuan atas doktrin kekerasan yang perlu disebut dengan nama sesungguhnya: terorisme negara.
Saat pengeboman ‘Israel’ di Gaza berlanjut dan kematian warga sipil meningkat, zionis ‘Israel’ akan mengklaim sepihak bahwa kematian banyak warga sipil adalah akibat Hamas menggunakan perisai manusia. (*)
Sumber: TRT World