TAJDID.ID~Medan || “Indonesia Tanpa Pengangguran” adalah hasil ijtihad dari Muktamar yang diselenggarakan oleh keluarga saya pada pertengahan bulan Ramadhan yang lalu.
Ungkapan atau konsep itu, yakni “Indonesia tanpa pengangguran” memang akan terasa asing bagi telinga orang Indonesia saat ini. Juga akan dianggap halusinasi atau berangan-angan oleh ahli ekonomi dan kebijakan publik.
Tetapi itulah hasil Muktamar keluarga saya yang diikuti oleh seorang cucu berusia 10 bulan, menantu, 4 orang anak dan isteri saya.
Demikian prolog yang disampaikan Shohibul Anshor Siregar pada orasi kebangsaan yang disampaikan untuk halal bil halal Keluarga Besar Aktivis Deli di Deli Coffee Jalan Sutomo Medan, Sabtu (15/5) sore.
Kata Shohib, keputusan ini berawal dari pertanyaan besar “hak asasi apa yang dilindungi dalam berbangsa dan bernegara sesuai konstitusi?”
Dalam konstitusi Indonesia, jelas Shohib, sebenarnya banyak pasal yang memuat hak-hak asasi ini. Tetapi, yang paling relevan untuk putusan Muktamar keluarga ini adalah hak asasi yang terkandung dalam Pasal 27 Ayat 2, yang berbunyi:
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” ungkap Dosen FISIP UMSU ini.
Mungkin banyak orang tidak menyadari bahwa pasal ini unik dan istimewa. Letak keunikan dan keistimewaannya menurut Shohib ialah karena isinya selalu termaktub dalam semua konstitusi yang pernah ada dan digunakan di Indonesia dari satu zaman ke zaman lain.
“Kita tahu konstitusi Indonesia berulangkali diganti atau dirubah dan dalam setiap pergantian dan atau perubahan konstitusi Indonesia itu, isi pesan pasal 27 ayat (2) itu tetap ada,” sebut Ketua LHKP PW Muhammadiyah Sumut ini.
Shohib mengajak hadirin untuk sama-sama mengingat, bahkan ketika negara Indonesia berubah bentuk dari unitaris menjadi federal, esensi pasal 27 ayat (2) itu tetap ada.
Dibeberkannya, pada UUD 1945: Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerdjaan dan penghidoepan jang lajak bagi kemanoesiaan.
Kemudian pada konstitusi 1949, pasal 27 (1) Setiap warga-negara, dengan menurut sjarat2 kesanggupan, berhak atas pekerdjaan jang ada. Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerdjaan dan berhak pula atas sjarat2 perburuhan jang adil; (2) Setiap orang jang melakukan pekerdjaan dalam hal2 jang sama, berhak atas pengupahan adil jang mendjamin kehidupannja bersama dengan keluarganja, sepadan dengan martabat manusia.
Pada konstitusi 1950: Pasal 28 (1) Setiap warga-negara, sesuai dengan ketjakapannja, berhak atas pekerdjaan, jang lajak bagi kemanusiaan; (2) Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerdjaan dan berhak pula atas sjarat-sjarat perburuhan jang adil; (3) Setiap orang jang melakukan pekerdjaan jang sama dalam hal-hal jang sama, berhak atas pengupahan jang sama dan atas perdjandjian-perdjandjian pekerdjaan jang sama baiknja; (4) Setiap orang jang melakukan pekerjaan, berhak atas pengupahan adil jang mendjamin kehidupannja bersama dengan keluarganja, sepadan dengan martabat manusia.
Pada konstitusi 1959: Pasal 27 (Kedoea) – Tiap tiap warga Negara berhak atas pekerdjaan dan penghidoepan jang lajak bagi kemanoesiaan.
Amandemen tahun 2002: Pasal 27 (2) – Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Lebih lanjut Shohib menjelaskan bahwa “Pekerjaan dan Penghidupan” itu begitu penting bagi para pendiri negara untuk dimaktubkan sebagai tanggung jawab negara atau pemerintahan. Ini terkait dengan pemahaman para perumus konstitusi tentang negara-bangsa, sebuah populasi besar senasib sepenanggungan yang menjadi penduduk sebuah wilayah yang daratan, lautan, dan angkasanya yang adalah merupakan bekas jajahan 6 bangsa (Portugis, Belanda Inggeris, Spanyol, Perancis dan Jepang.
Dengan memahami Indonesia didirikan untuk melindungi hak asasi warga negaranya, kata Shohib, sebetulnya akan menjadi lebih mudah memahamkan tanggung jawab pemerintah menjaga kondisi full employment.
“Alasan utamanya adalah warga negara merupakan salah satu prasyarat dasar untuk berdirinya sebuah negara. Tanpa warga negara, tidak akan ada negara,” tegas Shohib.
Kemungkinan, kata Shohib, ahli ekonomi umumnya akan bertanya “dari mana akan beroleh uang jika akan mempekerjakan semua pengangguran dan jika akan mencetak uang tidakkah akan jatuh karena inflasi?”
Menurut Shohib, memang tawaran solusional yang rasional dari perspektif Modern Monetary Theory menafikan hal itu dan menganggapnya sebagai mitos yang perlu segera disingkirkan.
Harap dicatat, tambah Shohib, Indonesia adalah sebuah negara di antara negara-bangsa terawal yang memiliki konstitusi di dunia.
Kembali ke pokok masalah, lanjut Shohib, konstitusi Indonesia secara karakteristik mengatur mengenai pembentukan, pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak azasi manusia.
Menurut Shohib, manusia yang dimaksud adalah “warga negara”, yang merupakan salah satu dari empat prasyarat berdirinya sebuah negara berdaulat, di samping “wilayah tertentu”, “otoritas pemerintahan”, dan “pengakuan internasional”.
Membandingkan apa yang dipikirkan Indonesia abad 21 tentang ketenagakerjaan yang secara utama mengandalkan intervensi modal sebagaimana tercermin dari UU Cipta Kerja yang disahkan dalam iklim penolakan politik yang luas bahkan hingga kini, sudah barang tentu menjadi pertanyaan besar dihadapan matan (narasi) konstitusi.
“Ini menandakan bahkan makro ekonomi konstitusi menjadi masalah kebangsaan yang sangat penting dijawab oleh para negarawan,” sebutnya.
“Saya lihat di antara yang hadir dalam forum ini ada yang menduduki posisi penting dalam partai. Kepada mereka saya harapkan kesediaan meninjau ulang perjalanan bangsa dan membandingkannya dengan ketentuan imperatif konstitusi terkait dengan gagasan ‘Indonesia Tanpa Pengangguran’ ini,”
Shohib mengungkapkan, dirinya merasa beruntung karena saat menyampaikan hasil Muktamar keluarga ini hadir beberapa ahli hukum yang ia kenal kecemerlangan dan integritasnya; di antaranya Dr Abdul Hakim Siagian yang saat ini memimpinkan Lembaga Kajian Konstitusi di dua perguruan tinggi besar di kota ini.
“Tentu, para ahli hukum yang hadir hari ini akan segera mengoreksi pendapat saya jika mereka nilai menyimpang. Saya mengucapkan terimakasih kepada mereka sembari berharap sinergitas dalam telaah lebih mendalam ke depan dan pewacanaannya secara luas,” tutupnya.