TAJDID.ID~Jakarta || Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha), Azmi Syahputra mengatakan kerja Dirkrimsus Polda Sumatera Utara patut diapresiasi karena telah berhasil menggerebek dan mengamankan 4 orang petugas laboratorium rapid antigen Kimia Farma lantai M bandara Kuala Namu Internasional Airport (KNIA), selasa 27 april 2021 pukul 15.45 wib. Dalam operasi tersbut, polisi mendapati barang bukti ratusan alat yang dipakai untuk rapid test antigen untuk pengambilan sampel (ternyata) bekas pakai dan telah didaur ulang.
Menurut Pengajar Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini, kasus ini benar-benar parah, kejahatan yang mengerikan, berpadunya macam macam bentuk kejahatan, ada tindak pidana penipuan, melanggar tindak pidana hukum konsumen dengan menggunakan alat sediaan farmasi bekas, merusak kesehatan manusia.
“Termasuk jika diperluas melalui konstruksi hukum argumentum per analogiam, dimana peristiwa yang berbeda namun serupa sejenis mirip perbuatannya yang diatur dalam UU, maka perbuatan ini bisa dipersamakan dengan perbuatan orang yang akan melakukan percobaan pembunuhan berencana,” tegas Azmi yang merupakan alumni Fakulatas Hukum UMSU ini, Rabu (28/4).
Jika perlu, kata Azmi, hukum perbuatan ini sebagai pelaku percobaan pembunuhan berencana. Dan ia menyarankan agar diterapkan sanksi hukuman maksimal karena dilakukan pada saat negara darurat Covid, dimana ketika orang-orang cemas dengan virus covid malah pelaku memanfaatkan dengan kecurangan dan kejahatan.
“Maka terapkan hukuman seumur hidup bagi pelaku , atau minimal pidana 15 tahun termasuk denda maksimal bagi perusahaan PT Kimia Farma,” tegasnya.
Menurut Azmi, sangat jelas unsurnya dari niat, motif dan ada perbuatannya, dimana para pelaku dengan sengaja melakukan daur ulang alat rapid test antigen. Apa lagi pelaku pasti tahu resiko bahwa perbuatan mereka sangat membahayakan keselamatan orang lain, karena berpotensi membuat penularan. Orang yang aslinya negatif covid bisa ketularan dari bekas alat orang yang positif.
“Kan ini jelas jelas perbuatan yang disengaja direncanakan dan dikemas sedemikian rupa oleh para pelaku dan bisa menyebabkan matinya orang yang diperiksa di labotorium Kimiia Farma bandara Kuala Namu, melalui menggunakan alat test rafid covid yang daur ulang (bekas) tadi,” kata Azmi.
Azmi menjelaskan, terdapat dampak akibat kejahatan para pelaku, antar lain bikin orang yang sehat jadi bisa sakit, bahkan dapat mati lebih cepat.
“Kedua membuat dampak image fasilitas kesehatan dinyinyirin secara masih ada anggapan sebahagian masyarakat bahwa covid itu boong- boongan, hanya untuk cari duit melalui usaha sarana medis,” kata Azmi.
Jadi, lanjut Azmi, kulalifikasi perbuatan pelaku ini dapat diduga sebagai mesin pembunuhan berencana , atau setidaknya dipersamakan dengan perbuatan tenaga kesehatan labotorium kimia farma ini sebagai tindakan percobaaan pembunuhan rencana bagi konsumennya.
“ Ini sangat jahat. ngawur sekali, dan akibat perbuatan mereka bisa buat semua orang ketularan dan sudah buat orang cemas dan menimbulkan rasa ketakutan bagi orang yang pernah di periksa di klinik Kimia Farma Bandara Kuala Namu. Semua orang bisa di positifkan melalui alat bekas yang dicuci ulang oleh mereka mereka yang berklompotan jahat ini. Pelaku hanya memikirkan keuntungan sendiri buat kesenangan dan mengorbankan kesehatan orang lain,” tukasnya.
Jika ditarik dalam konsep pertanggungjawaban mutlak (strictliability) dari kejadian ini, menurut Azmi sudah terjadi dampak ancaman serius bagi kesehatan dalam hidup kemanusiaan yang tentunya menimbulkan kerugian bagi orang yang rafid test di unit labotorium Kimia Farma Bandara Kuala Namu.
“Ada kausalitas antara kerugian dengan perbuatan yang semestinya diawasi oleh pimpinan PT Kimia Farma termasuk penanggungjawab labotorium dan perusahaan Kimia Farma gak boleh abai.”
“Jadi korban- korban yang selama ini yang di positifkan oleh unit labotorium Kimia Farma ini harus melaporkan ,meminta ganti rugi dan menuntut kepada PT Kimia Farma. Dan PT Kimia Farma Harus membayar ganti rugi karenaya penyidik harus menarik pihak perusahaan sebagai wujud pertanggungjawaban perusahaan atas kejadian ini,” tegas Azmi. (*)