TAJDID.ID || Badan intelijen domestik Australia memutuskan berhenti menggunakan istilah “ekstremisme Islam” dan “ekstremisme sayap kanan” dalam menggambarkan kekerasan yang dimotivasi agama atau gerakan politik
Dalam penjelasannya, Kepala Australia Security and Intelligence Organisation (ASIO), Mike Burgess, menganggap istilah “ekstrimisme Islam” itu penting dan berpengaruh dalam membentuk pandangan setiap orang dalam melihat masalah. Oleh sebab itu, menurutnya penggunaan istilah “ekstremisme Islam” selama ini merusak dan menyesatkan umat Islam.
“Beberapa kelompok Muslim-dan yang lainnya melihat istilah ini merusak dan menyesatkan Islam, dan menganggap sebutan itu menstigmatisasi mereka dan mendorong stereotipe serta memicu perpecahan,” kata Burgess saat menyampaikan pidato tahunan tentang ancaman negara pada Rabu (17/3).
“Dengan cara yang sama, sekali lagi kami tegaskan, nantinya kami tidak lagi menyelidiki orang karena pandangan agama. Kekerasanlah yang relevan dengan kapasitas kami (sebagai lembaga keamanan), tetapi itu menjadi tidak jelas ketika kami menggunakan istilah ‘ekstremisme Islam’,” ujarnya.
Burgess mengatakan apa yang selama ini kerap disebut sebagai “ekstremisme sayap kanan” terus berkembang secara signifikan di Australia selama setahun terakhir.
Dia menuturkan ASIO kini akan menggunakan istilah luas yakni “ekstremisme kekerasan yang dimotivasi oleh agama atau ideologis” dalam menggambarkan segala bentuk kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok tertentu.
Burgess memaparkan penyelidikan terhadap ekstremis ideologis telah terjadi di semua negara bagian dan teritori Australia. Dia mengatakan ekstremisme ideologis tersebar lebih luas di seluruh negeri, termasuk di daerah regional dan pedesaan tidak seperti bentuk ekstremisme lainnya.
“Orang-orang sering mengira kita berbicara tentang skinhead dengan tato swastika dan sepatu bot dan Romper Stomper, tetapi itu tidak lagi begitu jelas,” kata Burgess.
Dikutip Sydney Morning Herald, Burgess mengatakan label-label seperti tidak lagi sesuai dengan tujuan dan tidak cukup menggambarkan fenomena yang dilihat.
Menurutnya, saat ini ekstremisme ideologis cenderung sering dimotivasi karena keluhan sosial dan ekonomi daripada nasionalisme.
“Sering kali mereka yang terpapar itu muda, terpelajar, pandai bicara, bahkan kelas menengah, dan ini tidak mudah diidentifikasi,” ungkapnya. (*)