Proses Empowerment
Pada saat bawahan merasa tidak mampu atau tidak berdaya, kebutuhan akan empowerment menjadi penting. Untuk itu, dengan mengindentifikasi kondisi-kondisi dalam organisasi yang mempunyai andil dalam meningkatkan perasaan tersebut, seperti kurangnya sitem informasi, meningkatnya kediktatoran, menurunnya pemberian penghargaan dan melemahnya tingkat partisipasi, menjadi sangat penting. Namun tidaklah mudah menghilangkan kondisi eksternal dan tidaklah cukup bagi bawahan untuk di perdayakan kecuali informasi yang meningkatkan self-efficacy telah dipersiapkan.
Menurut Wood dkk (2001) ada empat dalam melakukan proses empowerment.
Langkah 1
Mengidentifikasi faktor – faktor yang menyebabkan melemahnya motivasi indvidu (self – efficacy) yaitu :
- Faktor-faktor desain pekerjaan, misalnya aturan yang tidak jelas, tujuan yang tidak realistis,kurangnya partisipasi dan menurunnya pencapaian kerja.
- Faktor organisasi, misalnya kurang sistem informasi dan iklim birokasi yang tidak menunjang.
- Bentuk reward, misalnya hanya menekankan pada kegagalan, serta kurang mengkomunikasikan dan memberikan penghargaan pada bawahan, dan
- Gaya kepemimpinan atasan, misalnya gaya kepemimpinan otoriter.
Langkah 2
Menerapkan strategi manajemen dan teknis untuk mengurangi negatif yang terdapat pada langkah pertama.
- Menanamkan kebijakan pelayanan, pegawai seharusnya dipercayakan menangani situasi non rutin agar anggota memiliki gambaran menyeluruh terhadap organisasi dan mengerti bahwa sebenarnya peran mereka mempengaruhi anggota lain dan ikut serta mempengaruhi tercapainya tujuan organisasi.
- Memotivasi penguasaan kerja, melakukan coaching pendidikan dan pelatihan untuk menjamin tercapainya keberhasilan performasi kerja.
- Menciptakan kebebasan untuk bertindak, memberi semangatkepada anggota, jika anggota melakukan tugas-tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya pimpinan akan mendukung usaha-usaha tersebut bahkan jika mereka melakukan kesalahan dalam pekerjaannya.
- Menyiapkan masukan yang tepat, anggota memerlukan umpan balik rutin (regular feedback) yang detail untuk menguatkan perilaku positif anggota dan meningkatkan kepercayaan diri. Bawahan juga perlu tau jika usaha mereka berlawanan dengan harapan apa yang dirasakan dan dipikirkan pegawainya.
- Mendemonstrasikan keterampilan mendengar aktif, inti dari kemampuan ini adalah bawahan yang melakukan pekerjaan adalah orang yang memiliki ide – ide terbaik untuk mengembangkan pekerjaan tersebut. Untuk itu pimpinan sebaliknya mendengar apa yang dirasakan dan dipikirkan pegawainya.
- Belajar bagaimana mengembangkan pegawai, pimpinan harus belajar “ mengizinkan” bawahannya jika memiliki pendapat baru yang dapat membantu organisasi untuk berkembang. Atasan hendaknya memperlakukan bawahan sebagai partner dan dalam posisi yang sejajar dengan dirinya serta menghargai usaha-usaha yang telah dilakukan bawahan. Selain itu memberika pelatihan untuk merealisasikan pendapat tersebut, jika dibutuhkan.
- Mendukung berbagai pendekatan dan mentode yang berbeda untuk mencapai standar yang telah ditetapakan organisasi dan menghargai usaha – usaha tersebut.
- Mengembangkan keterampilan menajemen partispasi, memotivasi bawahan untuk ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka.
- Memberikan modelling, bawahan sedapatnya dapat mengobservasi seorang model yang mampu mencontohkan perfomasi terbaik seperti apa yang diinginkan sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimiliki bawahan. Pimpinan dapat memotivasi mereka sesuai dengan “contoh terbaik” tersebut.
- Menciptakan job encrihment ,meningkatkan pencapaian kerja dengan membuat anggota bertanggung jawab terhadap aspek-aspek penting dalam pekerjaannya sehingga bawahan merasa memiliki rasa kontrol yang besar terhadap pekerjaannya.
Langkah 3
- Menyediakan informasi-informasi tentang efikasi kepadai anggota, tahap ini bertujuan selain untuk memodifikasi perilaku anggota juga untuk meningkatkan motivasi individu (self – efficacy).
Dalam tahap ini ada empat pendekatan yang dapat digunakan : - Membangun kompetensi dengan membuat struktur pelatihan dan pembelajaran organisasi sehingga anggota memperoleh keterampilan baru.
- Modelling yaitu menciptakan kondisi yang kondusif agar anggota dapat mengobservasi anggota lain yang melakukan pekerjaannya dengan sukses.
- Pemberian semangat dan persuasi, melalui verbal feedbackdan teknik persuasi lainnya untuk memotivasi dan menguatkan keberhasilan kerja.
- Pemberian dukungan emosional bagi anggota dan meminimalkan tingkat gangguan emosional seperti kecemasan, stress, dan ketakutan ketika melakukan kesalahan, kesalahan hendaknya dilihat sebagai bagian dari proses belajar.
****
Langkah 2 dan 3 diatas untuk menghilang kondisi yang teridentifikasi pada tahap 1 untuk mengembangkan perasaan positif atas keyakinan efikasi dalam diri anggota. Untuk meningkatkan konsistensi Psycholgical Empowerment demi mewujudkan ikatan berkemajuan, kader IMM harus bisa mengikuti langkah-langkah yang sudah dijelaskan. Sehingga kader IMM memiliki kualitas SDM yang unggul dan memiliki konsitensi dalam berikatan.
Langkah 4
Menciptakan mental “can-do” dan memperdayakan pengalaman bagi anggota. Ketika tahap 2 dan 3 berjalan sukses, bawahan akan meningkatkan usaha dalam pencapaian perfomansi kerja. Sesuai teori expatancy, bawahan akan mengerti dan akan melakukan usaha – usaha peningkatan kerja karena kondisi dan harapan yang diinginkan bawahan dipenuhi oleh pimpinan.