TAJDID.ID~Medan | Ketua Lembaga Hikmah dan Kajian Publik (LHKP) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Shohibul Anshor Siregar mengatakan, reaksi berlebihan (over-raction) atas kasus yang terjadi belakangan ini, yakni “jilbab siswi non muslim di Sumatera Barat” adalah hal yang seakan sudah dilazimkan di Indonesia. Bahkan, menurutnya sangat kerap melebihi kewajaran.
“Jika sebaliknya, giliran umat Islam yang ditimpa kejadian diskriminasi, tak cuma media yang tak berselera memberitakannya. Bahkan institusi-institusi resmi negara serta swasta kerap bersikap masa bodoh. Seakan ada anggapan bahwa umat Islam Indonesia pantas menerima perlakuan tak adil,” kata Shohib kepada TAJDID.ID, Senin (25/1/2020).
Lebih lanjut ia mengungkapkan, akar masalahnya ada pada arus utama mainset politik Indonesia yang berkiblat ke Barat. Dosen FISIP UMSU ini mengatakan, selama ini Barat telah melakukan banyak hal buruk untuk memusuhi Islam dan menguasai sumber daya negeri-negeri Muslim.
“Semua dihalakan untuk tujuan itu. Mereka mahir memainkan instrumen standar ganda,” ujarnya.
Untuk tujuan tersebut, kata Shohib, Barat aktif memproduksi sarana disinformasi dan misinformasi terhadap Islam. Barat tak merasa cukup hanya membombardir dunia Islam dengan keraksasaan medianya (cetak, broadcasting, radio, pamplet, video, youtube media sosial dan lain sebagainya), tetapi juga menciptakan tragedi kemanusian seperti 911 yang dituduhkan sebagai tanggungjawab dunia muslim.
“Mereka juga menciptakan proxy Al Qaida, ISIS dan itu menjadi tiket dahsyat memojokkan Islam,” sebutnya.
Karena itu, kata Shohib, umat Islam dan pemikir Islam wajib menyadari hal itu dan penting mewartakan kebenaran Islam, bahkan kepada para penguasa di negara mereka.
“Adapun kasus jilbab siswi non muslim di Sumbar sesungguhnya bukan representasi umat Islam. Karena itu hentikan pemanfaatannya untuk memojokkan Islam,” tegasnya. (*)