TAJDID.ID~Medan || Muhammadiyah secara resmi menaggapi hasil investigasi Komnas HAM tentang tewasnya anggota FPI.
Tanggapan resmi Muhammadiyah tersebut disampaikan dalam konferensi pers yang dilakukan secara virtual, Senin (18/1/2021).
Berikut ini isi siaran pers Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hikmah dan Kebijakan Publik dan Hukum dan HAM yang diterima TAJDID.ID. Senin (18/1/2020). (UNDUH)
Dalam maksud menjalankan amanah UUD 1945 khususnya pasal 27 dan pasal 28. Melihat situasi belakangan di Tanah Air dimana mulai muncul indikasi tren otoritarianisme yang ditandai dengan adanya tindakan represif oleh aparat pemerintah terhadap para demonstran, tindakan kekerasan dan penangkapan terhadap sejumlah aktivis dan tokoh, peminggiran hak-hak sipil dan keadilan hukum serta penghilangan nyawa oleh petugas resmi negara tanpa melalui proses pengadilan yang kesemuanya bertentangan dengan pasal-pasal dimaksud dalam UUD 1945.
Hal tersebut menyebabkan syarat fundamental Negara KesatuanRepublik Indonesia sebagai negara demokrasi yang harus mengedepankan hak dan kebebasan sipil dalam peran check and balances semakin terkikis.
Kematian sejumlah anggota laskar FPI yang terindikasikan akibat pelanggaran HAM aparat perlu mendapat perhatian secara serius. Menyikapi keterangan Pers dari Komnas HAM terkait peristiwa tersebut, PP Muhammadiyah melalui pernyataan pers ini, dan setelah mempelajari Keterangan Pers Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Republik Indonesia Nomor 003/Humas/KH/I/2021 tertanggal 08 Januari 2021 tentang peristiwa kematian 6 (enam) anggota Laskar FPI yang terjadi pada tanggal 6-7 Desember 2020, Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hikmah dan KebijakanPublik dan Hukum dan HAM mengeluarkanpernyataansebagaiberikut:
1. Mendukung temuan Komnas HAM yang menyatakan, bahwa 6 orang laskar FPI yang meninggal dunia tersebut terjadi dalam dua peristiwa yang berbeda. Pertama, 2 (dua) orang meninggal merupakan akibat peristiwa saling serempet antar mobil dan saling serang antara petugas dan anggota laskar FPI dimana didapat temuan saling digunakannya senjata api yang terjadi di sepanjang Jalan Internasional Karawang Barat sampai diduga mencapai KM 49 Tol Cikampek. Kedua, 4 (empat) orang meninggal merupakan akibat penguasaan petugas resmi negara yang terjadi di KM 50 Tol Cikampek dan ini disebut oleh Komnas HAM sebagai Peristiwa Pelanggaran HAM dan mengindikasikan telah terjadi unlawful killing (pembunuhan di luarjalurhukum).
2. Mendesak Komnas HAM untuk mengungkap fakta-fakta dalam kasus ini secara lebih mendalam, investigatif, dan tegas karena tugaspenyelidikan yang telah berjalan terkesan tidak tuntas dalam pengungkapannya termasuk pengungkapan aktor intelektual di balik penembakan tersebut.
3. Meminta Presiden Jokowi selaku kepala negara dan kepala pemerintahan untuk mendukung poin no 3 di atas serta memberikan perintah secara tegas kepada pihak yang berwenang untuk mengungkap actor intelektual di balik penembakan tersebut.
4. Mendukung Presiden Jokowi menuntaskan janji-janjinya untuk menuntaskan sejumlah pelanggaran HAM yang selalu berakhir tidak tuntas seperti kasus pembunuhana ktivis HAM Munir, Siyono,dan pembunuhan terhadap sejumlah aktivis lingkungan hidup dan korban kriminalisasi warga oleh perusahaan Tambang.
5. Mengajak elemen masyarakat sipil untuk terus mendorong dan mengingatkan pemerintah agar jangan menjadikan abai sebagai suatu kebiasaan sehingga pendiaman kasus-kasus yang seharusnya dapat diupayakan keadilan hukumnya tidak tuntas dan menambah daftar ketidakseriusan Pemerintah dalam penegakan HAM yang sama dengan Pemerintahan sebelum-sebelumnya. Presiden perlu diingatkan lagi agar jangan sampai kasus tewasnya empat orang laskar FPI sebagai pelanggaran HAM kemudian menjadi hutang masa lampau yang baru dibawah Pemerintahan sekarang.
Sikap kritik dan kritis dari LHKP dan MHH PP Muhammadiyah ini merupakan refleksi bahwa negara masih sehat dan waras karena masih memiliki kapital social berupa elemen masarakat sipil (CSO) yang waras, yang ditandai dengan karakter :
(1) independen dan mandiri, terutama dalam sector pendanaan untuk pemenuhan kebutuhan organisasi yang tidak menggantungkan pada negara apalagi membebaninya; (2) karakter warga dan pimpinannya secara nasional dan historis sejak satu abad lebih yang lalu yang terawatt dan tercermin dalam sikap ta’awun, yaitu membangun dan memperkuat elemen kebangsaan dan kenegaraan secara etis konstruktif dan menghindari sikap pragmatis yang hakekatnya merugikansemua pihak dan sendi-sendi peradaban bangsa.
Atas dasar itu, kami tidakakan pernah lemah apalagi putus asa untuk memperkuat bangunan elemen kebangsaan ini, yang dalam konteks tragedi kemanusiaan di atas sangat dikhawatirkan akan semakin “memantik situasi eskalasi delegitimisasi kenegararaan”. Yaitu bahwa sikap pembiaran pemerintah terhadap tragedy berupa pembantaian oleh aparat kepolisian tersebut tidak bisa dilepaskan dengan sikap pemerintah sebelumnya yaitu:
(1) Pelemahan total terhadap system pemberantasan korupsi melalui pelumpuhan KPK akibat dilenyapkannya cirri utama fundamental KPK sebagai lembaga independen; serta Proses pembahasan dan pengesahan UU Minerba, revisi UU MK-RI dan UU Omnibus Law/CiptaKerja;
(2)Sikap pemerintah tersebut dinilai secara kritis berbagai kalangan CSO sebagai sikap ugal-ugalan dan menabrak etika dan fatsun politik;(3) Sikap pembiaran pemerintah cq MabesPolri yang tidak terbuka dalam tragedy pembunuhan Siyono, Klaten yang tidak ada transparan penegakan hukumnya terhadap oknum Densus-88, dan gagalnya KPK bersama PPATK di dalam mengungkap dugaan gratifikasi asalusul uang Rp 100 juta yang berasal dari apara tMabesPolri yang ditolak pemberiannya oleh istri Siyono.
Demikian halnya dengan tidak transparannya pemerintah didalam mengungkap tragedy pembunuhan satu keluarga di Sigi, pembunuhan Qidam di Poso dan pendeta di Papua.
PP Muhammadiyah berharap, hendaknya pemerintahan Presiden Jokowi menyadari,bahwa kerjasama harmonis pemerintah dengan CSO tidak cukup sama sekali dalam hal sekadar untuk simbolisasi vaksinasi Covid-19. Tetapi sengaja abai terhadap sector penting yaitu penegakan Hukum dan HAM SipolEkosob yang secara konkrit merugikan rakyat sebagai subyek hokum berdaulat yang secara tegas dijamin di dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat 2.Pada akhirnya, sesuai dengan jiwaSila I Pancasila, Ke-Tuhanan Yang MahaEsa, kami mengingatkan perlunya kita bersama menyadari pengingatanTuhan Allah SWT didalam Al-Qur’an surat Al Jathiyah ayat 15:
“Barangsiapamengerjakan kebaikan,maka itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjaka nkejahatan, akibatnya akan menimpa diri sendiri. Kemudian kepada Tuhanmu kamu akan dikembalikan”.
Demikian pernyataan pers ini disampaikan untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Yogyakarta, Senin 18 Januari 2021
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM dan Kebijakan Publik (Dr Busyro Muqqodas, S.H. M.Hum)
Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah, (Dr. Yono Reksoprodjo)
Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah
(Dr. Trisno Raharjo, S.H. M.Hum)