Di luar negeri, Samudra malah sering menemukan banyak hal seperti sering ada konser musik yang dimana perempuan dan laki laki saling berhimpitan, model pakaian pun bagi perempuan disana tidak sama dengan perempuan di kampusnya, dan keramaian-keramaian di tempat lainnya yang tentunya sangat tidak disukainya.
Tapi bukan itu yang membuat ia menjadi galau, yang menganggap hal demikian adalah hal lumrah yang bagaimanapun juga sikap toleransi tetap harus dijunjung tinggi dimanapun itu. Tapi Samudra merasa ada sesuatu yang hilang yang selama beberapa bulan terakhir yang ia tekuni itu tidak pernah dilakukan lagi, seperti sholat lima waktu di masjid, sedekah ke yang membutuhkan, puasa senin kamis,dll.
Setelah dua bulan di sana, akhirnya ayah Samudra telah sembuh dan sudah dipersilahkan dokter untuk pulang. Keesokan harinya, dari perjalanan yang lumayan jauh, akhirnya mereka sampai di rumah dengan selamat. Samudra ingin istirahat total hari itu karena memang sangat lelah.
Di rumah, Samudra sangat bosan dibuatnya tanpa kegiatan bermanfaat apapun. Lalu ia teringat kembali tentang komunitasnya dan tentang Alifah sang wanita misterius. Dengan begitu, Samudra membuat rencana untuk ketemu mereka dan berkumpul lagi seperti dulu.
Besoknya, ada sebuah taklim di masjid yang lumayan jauh dari rumahnya, dan ia pun kesana untuk ikut taklim itu dan bertemu dengan teman teman komunitasnya. Setelah taklim selesai, mereka pun berkumpul dan bersendau gurau di warung bakso dekat masjid itu.
Kegiatan-kegiatan bermanfaat mereka pun terus berlanjut yang membuat Samudra sangat senang dan bahagia, seperti mengunjungi panti asuhan, bersilaturahmi dengan komunita lain, membantu korban bencan alam, dsb.
Ketika sudah memasuki masa awal kuliah, Adam menemui Samudra untuk membicarakan perihal Samudra yang ingin belajar agama lebih mendalam lagi. Adam lalu memperkenalkan seorang ustadz lulusan universitas ternama luar negeri yang sekarang menyandang gelar Professor, untuk dijadikan sebagai guru atau mentor bagi Samudra. Kebetulan Ustadz Amin Al-Manshuri yang kerap dipanggil ustad mansur sedang berada di daerah Tadaro untuk waktu yang cukup lama.
Samudra belajar di rumah ustadz mansur untuk beberapa bulan kedepan. Ustad tidak mempermasalahkan apa dia dibayar atau tidak, yang penting Samudra ini mau belajar dengan sungguh-sungguh dan dapat mempraktekannya di kehidupan sehari-hari.
Ustad Mansur mempunyai anak gadis seumuran Samudra, yang bernama Rika Ramadhani yang sementara kuliah di Universitas Islam Tadaro jurusan Ilmu Tafsir. Rika ini seorang hafidzah atau penghapal Al-Qur’an berkat bimbingan orang tuanya.
Selama belajar di rumah Ustadz Mansur, Samudra sering bertemu dengan Rika yang kebetulan menggunakan cadar, sehingga Samudra belum mengenali bentuk wajah Rika seperti apa. Rika juga kerap menghidangkan makan maupun minuman jika Samudra datang untuk belajar. Rumah Ustad Mansur lumayan besar, tertata rapi dan bersih. Rika anak terakhir dari 4 bersaudara, tapi cuman ia yang masih tinggal dirumah orang tuanya karena seluruh saudaranya sudah berkeluarga.
Selama dalam bimbingan Ustad Mansur, ilmu agama Samudra semakin jauh lebih baik, dan ia juga bertekad untuk menghapal Al-Quran. Karena kesungguhan Samudra ini, Ustad Mansur berencana untuk menjodohkan anaknya dengan Samudra setelah selesai menyelesaikan studinya masing-masing.
Hampir setengah tahun dibimbing oleh ustad Mansur, Samudra semakin sadar akan pentingnya dakwah islam untuk disyiarkan kepada orang banyak. Lalu terbersit dalam hati Samudra untuk menjadi Ketua LDK, agar dia dapat lebih mudah dan fokus dalam berdakwah.
Bersambung (Hal 4)