Fenomena remaja mengandrungi fashion serba panjang, bukan lagi hal aneh sekarang ini. Lebihnya lagi, hanya bermodal fashion yang mereka pakai, kata-kata “hijrah” pun menjadi bahan omongan.
Jika dulu jubah berjuntai panjang minatnya ibuk-ibuk pengajian. Sekarang sama saja, selain dari trennya begitu, desainnya yang sesuai selera kaum milleneal, siapa juga yang tak ingin pakai ?
Beberapa waktu lalu, bertepatan perayaan Maulid Nabi SAW. Tak hanya jagad raya, bahkan di media sosial pun semarak Tagar #CintaNabiCintaSyariat yang sempat menjadi trending di Twitter.
Sepintas lalu, memang tak ada yang salah, bahkan seharusnya minat kaum milleneal untuk kembali memahami Islam dengan label berhikrah sewajarnya saja menuai apresiasi. Namun sayang, itikad terkadang tak beriring sama dengan edukasi yang tepat.
Banyak hal berbeda menjadi motivasi mereka melantunkan kalimat berhijrah ini, bagi mereka yang berhijrah sekaligus ingin segera dapat jodoh kata ta’aruf menjadi korban. Namun perlu dipahami pacaran tak sama dengan ta’aruf begitu juga sebaliknya.
Banyak contoh lain, dibalik kata berhijrahnya kaum milleneal belum mendapatkan edukasi yang benar-benar tepat.
Sebagai contoh, menilik salah satu postingan di akun Instagram @hijrahcintakita_ “perjuangkan aja dulu, perkara jodoh atau bukan urusan nanti,” tulisnya. Sepintas tidak ada yang salah dengan hal tersebut. Akan tetapi dengan label akun Islami, seolah semua yang dipulikasikan seakan menjadi bagian perintah dari islam.
Penulis mencoba, memberi sedikit penerangan, dibalik apapun motif untuk berhijrah, perkara jodoh, masa lalu, ingin mempelajari agama dengan baik. Semua tak masalah asal diikuti dengan pemahaman yang tepat.
Karena hijrah, tak selalu bicara perkara nikah. Lebih tepatya soal diri sang makhluk dengan Tuhan sang Khaliq. Jangan kotori Islam dengan cara-cara yang terlihat baik.
Tak usah bersampul taat! (*)
Luzian Pratama, Kader IMM Sumatera Barat