• Setup menu at Appearance » Menus and assign menu to Top Bar Navigation
Sabtu, Juli 12, 2025
TAJDID.ID
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
        • KOKAM
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto
No Result
View All Result
tajdid.id
No Result
View All Result

Otonomi Daerah di Omnibus Law

Abdul Hakim Siagian by Abdul Hakim Siagian
2020/11/04
in Nasional, Opini
0
Bagikan di FacebookBagikan di TwitterBagikan di Whatsapp

Gagasan desentralisasi dan otonomi daerah dari Amandemen Kedua UUD NRI 1945 ini diatur lebih lanjut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang terakhir diubah dengan UU No. 9 Tahun 2015, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Foto ilustrasi (columnist)

Pasal 10 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 mengatur bahwa urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal rasional, serta agama. Adapun UU No. 32 Tahun 2004 tidak mengatur kewenangan urusan pertambangan, sehingga berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004 jo. Pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 dan karena berada diluar urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan urusan pertambangan dengan otonomi seluas-luasnya.

Meski demikian, UU No. 32 Tahun 2004 tetap mengatur bahwa dalam penyelenggaraan kewenangan tersebut, pemerintah daerah memiliki hubungan dengan Pemerintah (pusat) dan pemerintahan daerah lainnya.
Dengan mengusung semangat desentralisasi dan otonomi daerah, kewenangan urusan pertambangan, mineral dan batubara antara pemerintah pusat dan daerah kemudian dibagi secara tegas dalam UU No. 4 Tahun 2009.

Pasal 4 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 menyebutkan bahwa penguasaan mineral dan batubara oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah. Dalam pengaturannya lebih lanjut, UU No. 4 Tahun 2009 membagi kewenangan urusan pertambangan mineral dan batubara pada pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Beberapa kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang diberikan kepada daerah provinsi dan kabupaten kota diantaranya terkait penyelidikan, penelitian dan inventarisasi; pemberian IUP dan IPR; pembinaan, pengawasan serta penyelesaian sengketa.

Pengakuan terhadap kewenangan pemerintah daerah atas urusan pertambangan kembali diperkuat melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No.10/PUU-X/2012. Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menimbang bahwa “pembagian urusan pemerintahan yang bersifat fakultatif haruslah berdasarkan pada semangat konstitusi yang memberikan otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa daerah memiliki kewenangan dalam menentukan Wilayah Pertambangan (WP), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), serta batas dan luas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP).

Oleh karena itu, frasa “setelah berkoordinasi dengan pemerintah daerah” dalam Pasal 6 ayat (1) huruf e, Pasal 9 ayat (2), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 17 UU No.4 Tahun 2009 diubah menjadi “setelah ditentukan oleh pemerintah daerah.”

Meski Mahkamah Konstitusi telah menegaskan bahwa pembagian urusan pemerintah dalam konstitusi adalah otonomi yang seluas-luasnya serta mengakui bahwa pengelolaan sumber daya alam mineral dan batubara berdampak langsung terhadap daerah, perkembangan pengelolaan mineral dan batubara yang ada kemudian secara bertahap mengarah kembali pada sentralisasi.

Situasi ini terlihat dari UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang terakhir diubah dengan UU No. 9 Tahun 2015, yang tidak memberikan kewenangan urusan pemerintahan bidang mineral dan batubara pada pemerintah kabupaten/kota. Lebih lanjut pada UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, kewenangan pemerintah daerah ini ditarik ke pusat. Pasal 4 ayat (2) tersebut diubah menjadi penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Penguasaan dilaksanakan melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Tidak hanya itu, semangat reformasi kini digerus juga dalam RUU Cika.

Tidak sinkronnya arah sentralisasi dalam omnibus law RUU Cika dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.10/PUU-X/2012 dan UUD NRI 1945 pada akhirnya berdampak pada pengelolaan lingkungan hidup sebagai konsekuensi sentralisasi kewenangan penyelenggaraan urusan pertambangan.

Perpindahan kewenangan dari pemda ke pusat menimbulkan berbagai risiko seperti hilangnya pendapatan daerah hingga kerusakan lingkungan karena hilangnya pengawasan pemda terhadap kegiatan pertambangan. Perubahan sentralisasi tersebut berdampak buruk terhadap tata kelola pertambangan nasional.

Sebenarnya Pemda lebih memiliki keterjangkauan pengawasan lebih kuat dibandingkan pusat karena lokasi yang berdekatan dengan wilayah pertambangan. Dalam RUU itu bahkan ada satu pasal yang secara jelas memberikan mandat penuh kepada pemerintah pusat menganulir aturan dalam undang-undang lain yang belum terserap dalam omnibus law untuk dibatalkan.

Mencermati Pasal 181 ayat (2) RUU Cika pada halaman 586 menyebutkan harmonisasi dan sinkronisasi yang berkaitan dengan peraturan daerah dan/atau peraturan kepala daerah, dilaksanakan oleh kementerian atau Lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembentukan peraturan perundang-undangan bersama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Patut dipertanyakan, bagaimana mungkin pemerintah pusat dapat membatalkan peraturan daerah yang sebelumnya harus melalui Mahkamah Agung terlebih dahulu perihal pembatalannya?.

Harmonisasi dan sinkronisasi yang telah tersentralisasi juga diperburuk dengan keharusan pembentukan peraturan pelaksana dalam waktu singkat. Pasal 185 huruf a dan b dalam RUU Cika halaman 487, menjadi soal sebab bagaimana mungkin untuk melakukan harmonisasi terhadap 79 UU hanya diberi waktu paling lama 3 bulan? Sementara kodisi pandemi Covid-19 juga tak kunjung usai.

Apakah tenggat waktu tiga bulan ini sudah cukup bagi pemerintah membuat aturan turunannya mengingat kondisi pandemi saat ini?. Khusus di Sumatera Utara dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menyesuaikan aturan terhadap omnibus law ini.

Maka sangat naif sekali bila diharapkan diikutsertakannya berbagai lapisan masyarakat seperti seyogyanya dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan terhadap pembuatan peraturan pelaksanaan RUU Cika ini. Akibat singkatnya waktu yang diberikan, dipastikan aspirasi masyarakat tidak dapat diakomodir secara komprehensif jika draft RUU baru saja didapatkan.

Jika presiden tidak mau mengeluarkan Perppu atas substansi RUU Cika ini, sebaiknya Presiden mengeluarkan Perppu berisi penangguhan pelaksanaan RUU Cika dan pemberian waktu kepada pemerintah daerah untuk melakukan harmonisasi dan sinkronisasi peraturan pelaksananya. Namun, jika hanya diberi waktu 3 bulan saja, maka dapat dikatakan otonomi daerah memang dinihilkan dalam omnibus law ini atau secara tidak langsung dapat disebut bahwa memang lah pendapat kawan-kawan di daerah hanya sebatas angin lalu saja. (*)


Penulis adalah Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara.

Page 4 of 4
Prev1...34
Tags: OTDAOtonomi DaerahUU Cipta KerjaUU No 11 Tahun 2020
Previous Post

Muhammadiyah Harus Bisa Lestarikan Alam

Next Post

Tim "Polemon" UMSU Juara di Kompetisi Mahasiswa Muhammadiyah Se-Indonesia

Related Posts

Zainal Arifin Mochtar Pertanyakan Dampak Positif UU Cipta Kerja yang Sudah Berumur 5 Tahun

Zainal Arifin Mochtar Pertanyakan Dampak Positif UU Cipta Kerja yang Sudah Berumur 5 Tahun

15 Februari 2025
130
Seragamisasi Merusak Demokrasi

Seragamisasi Merusak Demokrasi

7 Februari 2021
188

Mensesneg Sebut Typo UU Ciptaker Cuma Kekeliruan Teknis Administratif Saja

3 November 2020
174

Resmi Diteken Jokowi, UU Ciptaker Masih Ada Typo

3 November 2020
243

Azmi Syahputra: Tak Satupun UU yang Boleh Bertentangan dengan UUD 45

26 Oktober 2020
281
Pasca Disahkannya UU Omnibus Law, Busyro: Kedaulatan Agraria di Daerah Terancam

Pasca Disahkannya UU Omnibus Law, Busyro: Kedaulatan Agraria di Daerah Terancam

22 Oktober 2020
387
Next Post
Tim “Polemon” UMSU Juara di Kompetisi Mahasiswa Muhammadiyah Se-Indonesia

Tim "Polemon" UMSU Juara di Kompetisi Mahasiswa Muhammadiyah Se-Indonesia

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

TERDEPAN

  • Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    Tiga Puisi Tentang Nabi Muhammad SAW Karya Taufiq Ismail

    50 shares
    Share 20 Tweet 13
  • Said Didu Ingin Belajar kepada Risma Bagaimana Cara Melapor ke Polisi Biar Cepat Ditindaklanjuti

    42 shares
    Share 17 Tweet 11
  • Din Syamsuddin: Kita Sedang Berhadapan dengan Kemungkaran yang Terorganisir

    39 shares
    Share 16 Tweet 10
  • Putuskan Sendiri Pembatalan Haji 2020, DPR Sebut Menag Tidak Tahu Undang-undang

    36 shares
    Share 14 Tweet 9
  • Kisah Dokter Ali Mohamed Zaki, Dipecat Usai Temukan Virus Corona

    36 shares
    Share 14 Tweet 9

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Anjungan

  • Profil
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kirim Tulisan
  • Pasang Iklan

Follow Us

No Result
View All Result
  • Liputan
    • Internasional
    • Nasional
    • Daerah
      • Pemko Binjai
    • Pemilu
      • Pilkada
    • Teknologi
    • Olah Raga
    • Sains
  • Gagasan
    • Opini
    • Esai
    • Resensi
  • Gerakan
    • Muhammadiyah
      • PTM/A
      • AUM
      • LazisMu
      • MDMC
      • MCCC
    • ‘Aisyiyah
    • Ortom
      • IPM
      • IMM
      • Pemuda Muhammadiyah
      • Nasyiatul ‘Aisyiyah
      • Hizbul Wathan
      • Tapak Suci
    • Muktamar 49
  • Kajian
    • Keislaman
    • Kebangsaan
    • Kemuhammadiyahan
  • Jambangan
    • Puisi
    • Cerpen
  • Tulisan
    • Pedoman
    • Tilikan
    • Ulasan
    • Percikan
    • MahasiswaMu Menulis
  • Syahdan
  • Ringan
    • Nukilan
    • Kiat
    • Celotehan
  • Jepretan
    • Foto

© 2019 TAJDID.ID ~ Media Pembaruan & Pencerahan

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In