Puisi Menjadi Terdengar Enak
Semua guru Bahasa Indonesia yang pernah mengajar saya, selalu menyampaikan bahwa cara menampilkan karya puisi adalah dibaca dengan intonasi sedemikian rupa disertai ekspresi dan penjiwaan yang selaras dengan pesan puisi. Saya yang berselera seni paspasan jelas tidak pernah bisa menikmati indahnya mendengar dan menyaksikan pembacaan puisi.
Saya beruntung setia menjadi pendengar nonstop music GCD FM tiap malam senin yang menampilkan lagu-lagu Pak Ebiet. Setelah suka dengan lagu-lagunya, akhirnya saya cari-cari berita tentang penciptanya. Rupanya latar belakang Pak Ebiet adalah penyair, pantesan lirik-lirik lagunya sangat bermutu.
Cobalah kita amati misalnya di sepenggal liriknya “waktu….telah menggilas semuanya…dia…tinggal punya jiwa”, sebagai gambaran sosok tua renta pembela tanah air yang tetap menjadi pejuang tanpa akhir. Lirik itu menggunakan pilihan kata-kata bersayap yang indah, yang bagi pencipta lagu yang tidak memiliki kompetensi sastra, mungkin cukup menuliskan dengan lugas “pejuang renta yang tetap bersemangat”.
Rupanya ketika saya menikmati lagu-lagu Pak Ebiet itu saya sedang mengapresiasi puisi yang telah dimusikalisasi. Ini terobosan luar biasa dari seorang seniman, sehingga puisi yang tidak semua orang mampu menikmati keindahannya jika hanya dibaca secara konvensional, dengan musikalisasi akhirnya orang berselera seni paspasan seperti saya bisa menikmati, mengapresiasi, dan menangkap pesan-pesan moral dari sang penyair.
Bersambung…… (hal 4)