Oleh: Fauzan Azima
Saya ingat nasehat dari seorang mutakallimin; sesuatu yang ganjil jangan diungkapkan pada khalayak ramai. Bisa jadi orang yang membencimu mencari pembenaran untuk mencelakaimu.
“Subhanallah…Sesuatu itu adalah dunia dan dunia itu adalah lipstik warna pink” ucapku dalam hati ketika melihat bibirmu kala kita ngopi bersama.
“Astaghfirullah! Berdosakah aku menatap bibirmu yang dahsyat itu?” aku mulai merasa bersalah.
Saya ingat nasehat dari seorang mutakallimin; sesuatu yang ganjil jangan diungkapkan pada khalayak ramai. Bisa jadi orang yang membencimu mencari pembenaran untuk mencelakaimu.
Sejarah telah mengajarkan kepada kita untuk berhati-hati pada wilayah perbedaan. Terutama dalam kata “cinta” beserta turunannya, dan kata “benci” juga beserta turunannya.
Sudah terlalu banyak peristiwa kematian di dunia ini akibat cinta yang dibungkus atas nama ideologi, faham, sudut pandang, batas wilayah, bahkan agama. Hampir semua akar masalah kekacauan di dunia ini lahir dari lawan kata “cinta”, yakni benci.
Sheikh Hamzah Al-Fansuri beserta murid-muridnya dibunuh karena dakwahnya dianggap menyimpang dari syariat. Ternyata, selidik punya selidik, dasar pembunuhan itu karena kebencian seseorang yang lamarannya ditolak. “Sang Sheikh” dianggap telah menghalangi pernikahan seseorang itu. Peristiwa pembunuhan itu merupakan salah satu dari rangkaian “Malapetaka cinta di Aceh.”
Soal “Cinta berdarah” itu bukan saja terjadi di negeri kita. Jauh sebelumnya, pada zaman Nabi Isa AS atau orang Kristen menyebutnya sebagai “Yesus”, oleh penguasa merencanakan pembunuhan kepada Putra Maryam itu juga karena soal cinta yang tertolak. Pasalnya, Putri Magdalena dari Kerajaan Romawi jatuh cinta kepada “Yesus”. Sehingga mendorong hasrat para “pejatuh cinta” untuk membunuhnya dengan alasan menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan tradisi nenek moyang mereka.
Padahal dalam “kompetisi cinta” para pemain harus sportif. Kalau tersingkir tidak boleh sakit hati. Naif sekali cinta ditolak lalu membenarkan kekerasan atas nama sesuatu yang suci.
Sejujurnya, tidak ada dasar bagi kita sekalian untuk saling membenci, apalagi saling membunuh karena semua kita berasal dari “Yang Maha Esa”. Termasuk bibir yang dipolesi lipstik warna pink.
Tatkala “kun awal” sebelum ada apa-apa, sebelum ada langit, bumi, kursi, aras, kolam dan pena, juga firman belum ada, awal yang tajalli adalah “Nur Muhammad” yang memandang sekelilingnya tidak ada sesuatu, kecuali dirinya yang wujud.
Pada kesendiriannya, “Nur Muhammad” mengira bahwa dirinyalah Tuhan dan bersyahadat tauhid; “Asyhadu alla Ilahaillallah,” lalu terdengarlah suara syahadat Rasul; “Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah” dari Allah sebenarnya.
“Nur Muhammad” menyadari kesilapannya segera berucap; “Astaghfirullahal ‘adziim alladzi lailahaillallah huwal hayyul qayyum wa atubu ilaih,” sebagai asal usul taubat.
Sebelum kita mengkotak-kotakkan, sebelum ada huruf hijaiyah, huruf abjad, huruf alpabeth, angka, kita adalah satu kesatuan dalam bingkai “Nurullah”. Sekali lagi tidak ada alasan untuk membenci apa dan siapapun karena kita berasal dari satu “Zat” yang sama. Termasuk bibir beserta lipstik warna pink yang memolesinya.
“Zat Tuhan” sudah direfresentasikan kepada makhluk-Nya, sebagai mana Hadis yang sering di kutip ialah: Tafakkaru fi khalq Allah, wala tafakkaru fi Dzat Allah (Pikirkanlah makhluk Allah dan jangan memikirkan Zat Allah).
Sama sekali berbeda “Zat Tuhan” dengan makhluk-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam Alquran, “Laisa kamitslihi syai’ (Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.” (QS. As-Syura: 11).
Hanya saja, seperti di dalam Asmaul Husna, keserupaan dengan sifat-sifat luhur yang dianjurkan untuk ditiru manusia: Takhallaqu bi akhlaq Allah (Berakhlaklah dengan akhlak Allah).
Anjuran membangun karakter dengan sifat-sifat luhur dan terpuji patut diamalkan agar kita jauh dari wilayah kebencian, jauh dari kesombongan dan selalu kasih sayang kepada semua makhluk, meskipun berbeda dalam sudut pandang masalah dan ideologi; apalagi berbeda dalam pilihan warna lipstik yang memolesi bibir para perempuan, tentu lebih tidak masalah. (*)
Mendale, Jum’at, 4 September 2020
Sumber: Akun Fb Pang Ngopi