Setidak-tidaknya terdapat terdapat beberapa kealpaan besar Indonesia seputar penerbitan UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH).[1] Hingga kini kehadiran UU itu seolah hanya dapat dinilai sebagai kemunculan sebuah tekad belaka. Kurangnya upaya civil society untuk mendorong pemerintah memenuhi kewajibannya secara jelas berkaitan dengan lemahnya posisi tawar umat Islam.
Bayangkan, Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan Jaminan Produk Halal (JPH) baru dapat terbit pada tanggal 29 April 2019 (Nomor 31 Tahun 2O19). [2] Akibat kekosongan pengaturan teknis UU JPH sama sekali belum dapat dikategorikan sebagai keputusan politik yang mengikat efektif, baik kepada penyelenggara negara maupun kepada rakyat.
Kealpaan pertama ini sangat fatal, karena sekaligus dapat dilihat sebagai pengabaian pemerintah atas kewajibannya untuk menindaklanjuti pembentukan berbagai ketentuan teknis bersifat imperatif yang lahir dari UU JPH. UU JPH ini memang lahir pada masa pemerintahan SBY. Tetapi sama sekali tidak ada alasan bagi pemerintahan Joko Widodo untuk tidak menindaklanjutinya dengan alasan apa pun. [3]
Kecuali, misalnya, oleh desakan untuk membatalkan dari kekuatan politik dan ekonomi tertentu di Indonesia, secara konstitusional dibatalkan sendiri oleh pemerintah sesuai mekanisme yang berlaku. Katakanlah dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). [3]
Memang Peraturan Presiden Republik Indonesia No 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama telah menetapkan bahwa pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal termasuk dalam lingkup kedudukan, tugas, dan fungsi Kementerian Agama RI sebagaimana ditegaskan pada pasal 3 huruf h.[4]
Namun meski pun Kementerian ini memiliki pern sentral dalam proses perwujudan JPH di Indonesia, dalam keterbatasannya secara faktual telah menunjukkan lambannya penyelesaian tuntutan perlindungan untuk umat Islam. Tetapi hingga pertengahan bulan ini suara-suara yang cukup keras masih terdengar dan bahkan semakin kuat. Ini terkait dengan fakta belum disiapkannya perangkat aturan JPH. Malah ada yang mempertanyakan akankah pemerintah harus menerbitkan Perppu?
Dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 94/TPA Tahun 2017 Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) memang resmi sudah memiliki pimpinan yakni Sukoso, seorang guru besar bidang kelautan dan bioteknologi perikanan padai Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, Malang. Tetapi itu baru sebagian dari banyak hal yang diperlukan untuk mendorong efektifitas UU JPH.