Tidak diragukan lagi, jelas ada hubungan yang kuat antara kesehatan atau kerusakan hati seseorang dengan makanan dan penghasilannya. Hati seseorang menjadi rusak ketika ia mendapatkan apa yang dilarang dan berani memakannya. Rasulullah SAW mengatakan:
“Ketahuilah, sungguh di dalam tubuh itu ada segumpal daging. Jika daging tersebut baik, baiklah seluruh tubuh. Jika rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah kalbu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Al-Munawi menyatakan bahwa Rasulullah SAW berbicara tentang hati setelah menggambarkan apa yang sah dan melanggar hukum untuk menunjukkan bahwa mengkonsumsi apa yang sah meringankan dan mereformasi hati, sementara hal-hal yang meragukan membuatnya mengeras.
Agama Islam melarang pengikutnya untuk mengkonsumsi apa yang melanggar hukum atau hak orang lain, atau makanan yang Allah SWT telah tegaskan dilarang. Allah SWT berfirman:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS al-Baqarah: 188)
Terkait ayat ini, ‘Abdullah ibn‘ Abbas RA menjelaskan: “Ini mengenai seseorang yang berhutang budi pada sesuatu, tetapi tidak ada bukti untuk membuktikan bahwa dia adalah orang yang tepat.” Ketika kreditor mengklaim haknya, orang ini menahan diri untuk tidak membayarnya, dan menuntut penggugat meskipun ia tahu bahwa itu bukan haknya dan bahwa ia berdosa – dan dengan demikian ia mengkonsumsi apa yang melanggar hukum. ”
Sementara Qatadah berkata, “Wahai putra Adam, ketahuilah bahwa keputusan hakim tidak mengizinkan Anda apa yang melanggar hukum. Seorang hakim meloloskan vonis berdasarkan pengamatannya dan kesaksian para saksi, dan dia adalah manusia dan dengan demikian bertanggung jawab untuk membuat kesalahan. Ketahuilah bahwa siapa pun yang menyukai vonis tidak valid tidak akan pernah menyelesaikan kasusnya. Allah Yang Mahakuasa akan menghakimi antara dia dan pihak lain pada Hari Kebangkitan, memberikan yang terakhir vonis yang jauh lebih baik daripada yang sebelumnya dalam kehidupan duniawi ini.”
Memakan Harta Anak Yatim
Ada berbagai bentuk memakan apa yang melanggar hukum. Diantara yang paling jahat adalah memakan harta anak yatim secara tidak adil.
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS an-Nisa’: 6)
Dalam komentarnya, Shaykh As-Sa‘di menjelaskan, bahwa ayat di atas melarang mengkonsumsi harta anak yatim ketika mereka masih muda, ketika mereka tidak dapat mengambilnya dari seseorang atau mencegahnya dari mengkonsumsinya. Seseorang dapat melahapnya saat mereka masih muda, sebelum mereka dewasa dan dapat mengambilnya atau mencegahnya dari mengkonsumsinya. Banyak orang yang tidak takut kepada Allah SWT dan tidak memiliki belas kasihan atau cinta untuk anak-anak dalam tahanan mereka melakukan ini. Mereka menemukan kesempatan, yang mereka raih, dan dengan demikian cepat-cepat melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT. Karena itu, Allah Yang Mahakuasa melarang tindakan ini secara khusus. ”
Namun, ayat ini diikuti dengan peringatan keras bagi mereka yang melahap harta anak yatim secara tidak adil. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)”. (QS an-Nisya’: 10)
Nabi Muhammad SAW adalah yang paling peduli dengan kesejahteraan umatnya (dan bangsa) dan dengan menangkal kejahatan dari itu. Karena itu, ia memperingatkan umat Islam agar tidak mengkonsumsi yang haram, termasuk harta anak yatim. Dia mengatakan:” Hindari tujuh dosa yang merusak. Salah satunya adalah memakan harta anak yatim.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mengkonsumsi Riba
Bentuk pelarangan lain yang banyak orang anggap sepele dan berani menuruti adalah mengkonsumsi riba . Allah SWT berfirman:
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. (QS al-Baqarah: 275)
Dalam melarang konsumsi Riba dan peringatan terhadap konsekuensinya, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang beriman, bertakwalah pada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak melaksanakan (apa yang diperintahkan ini) maka ketahuilah, bahwa akan terjadi perang dahsyat dari Allah dan RosulNya dan jika kamu bertaubat maka bagi kamu pokok harta kamu, kamu tidak dianiaya dan tidak (pula) dianiaya”. (QS al-Baqarah: 278-279)
Selain itu, Allah SWT menegaskan, bahwa pada akhirnya riba akan dihancurkan.
“Allah SWT memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa” . (QS al-Baqarah: 276)
Doa Tidak Dikabulkan
Sarana hidup seseorang, apakah halal atau melanggar hukum, memiliki dampak langsung pada apakah doanya dijawab atu dikabulkan. Jika seseorang menyelidiki sumber pendapatannya demi makan apa yang halal, permohonannya akan lebih dekat untuk diterima dan lebih mungkin untuk dijawab. Jika orang itu berani makan apa yang melanggar hukum, ia dengan demikian menyebabkan permohonannya tidak dijawab oleh Allah SWT.
Dalam hal ini Nabi SAW berkata, sungguh Allah SWT itu baik dan karena itu ia hanya menerima apa yang baik. Allah SWT memerintahkan orang-orang beriman ketika Dia memerintahkan para rasul dengan mengatakan:
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS al-Mu’minun: 51)
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (QS al-Baqarah: 172)
Dia kemudian menyebutkan, ”seseorang yang banyak bepergian, rambutnya acak-acakan dan tertutup debu. Dia mengangkat tangannya ke langit (dan memanjatkan do’a): “Ya Tuhan! Ya Tuhan! ”Tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram artinya dan makanannya haram. Bagaimana permohonannya dapat diterima? ” (HR Muslim)
Imam Ibnu Katsir semoga Allah berbelas kasihan kepadanya, “Makan dari apa yang sah adalah alasan untuk permohonan dan tindakan ibadah lainnya untuk diterima, dan makan dari apa yang melanggar hukum mencegah penerimaan permohonan dan tindakan ibadah lainnya.”
Ibn Rajab berkata: “Makan, minum, atau memakai apa yang melanggar hukum mencegah permohonan dan tindakan ibadah lainnya diterima. “Jika makanan seseorang melanggar hukum, bagaimana bisa perbuatannya diterima?”
Mengkonsumsi apa yang melanggar hukum memang mencegah permohonan dan tindakan ibadat lainnya diterima. Ibn ‘Abbas semoga berkata,”Allah SWT tidak menerima doa seseorang yang perutnya mengandung sesuatu yang melanggar hukum. ”
Wahb ibn Al-Ward berkata, “Bahkan jika Anda menyembah Allah tanpa henti, tidak ada yang akan membantu Anda sampai Anda memeriksa apakah isi perut Anda sah atau tidak.”
Begitulah, seorang Muslim harus yakin bahwa kehidupan duniawi ini bukan akhir hidupnya, dan bahwa ia akan diperhitungkan di akhirat untuk segala hal yang melanggar hukum yang ia peroleh. Di Akhirat, akun tidak akan terdiri dari uang; melainkan mereka akan terdiri dari perbuatan baik dan jahat.
Karena itu, setiap orang harus takut kepada Allah SWT dan mencari sumber yang sah untuk penghasilannya.
Semoga Allah Yang Mahakuasa membimbing kita semua untuk melakukannya, dan menjauhkan semua Muslim dan kita dari segala yang jahat dan melanggar hukum. (*)