Nyanyian Waktu
Aku derita mahupun penawar
Kesederhanaan mahupun kemegahan.
Aku pedang yang menghancurkan
Aku mata air kekekalan
Aku api yang membinasakan
Aku taman kebaqaan
Pertentanganku nyata
(Anggaplah itu tipu-muslihat):
Berubah selalu, diam senantiasa
Tak berubah dalam dada yang berubah.
Seperti jiwa manusia aku tak terikat
Pada lambang-lambang bilangan-
Aku tak terikat pada masa dan keluasan
Pada pergantian dan tahun kabisat
Kau adalah rahasia terpendam dalam dirimu
Aku adalah rahasia dari wujudmu.
Aku hidup karena kau memiliki jiwa
Dan tempat tinggalku adalah kesendirian jiwamu
Sir Allama Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877 – meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun), dikenal juga sebagai adalah seorang penyair, politisi, dan filsuf besar abad ke-20.
Hingga kini Ia dianggap sebagai salah satu tokoh paling penting dalam sastra Urdu, dengan karya sastra yang ditulis baik dalam bahasa Urdu maupun Persia.
Iqbal dikagumi sebagai penyair klasik menonjol oleh sarjana-sarjana sastra dari Pakistan, India, maupun secara internasional. Bukan cuma dikenal sebagai penyair, ia juga dianggap sebagai “pemikir filosofis Muslim pada masa modern”.
Buku puisi pertamanya, Asrar-e-Khudi, juga buku puisi lainnya termasuk Rumuz-i-Bekhudi, Payam-i-Mashriq dan Zabur-i-Ajam;; dicetak dalam bahasa Persia pada 1915. Di antara karya-karyanya, Bang-i-Dara, Bal-i-Jibril, Zarb-i Kalim dan bagian dari Armughan-e-Hijaz merupakan karya Urdu-nya yang paling dikenal. Bersama puisi Urdu dan Persia-nya, berbagai kuliah dan surat dalam bahasa Urdu dan Bahasa Inggris-nya telah memberikan pengaruh yang sangat besar pada perselisihan budaya, sosial, religius dan politik selama bertahun-tahun. Pada 1922, ia diberi gelar bangsawan oleh Raja George V, dan memberinya titel “Sir“.
Ketika mempelajari hukum dan filsafat di Inggris, Iqbal menjadi anggota “All India Muslim League” cabang London. Kemudian dalam salah satu ceramahnya yang paling terkenal, Iqbal mendorong pembentukan negara Muslim di Barat Daya India. Ceramah ini diutarakan pada ceramah kepresidenannya di Liga pada sesi Desember 1930. Saat itu ia memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Quid-i-Azam Mohammad Ali Jinnah.
Iqbal dikenal sebagai Shair-e-Mushriq yang berarti “Penyair dari Timur”. Ia juga disebut sebagai Muffakir-e-Pakistan(“The Inceptor of Pakistan”) dan Hakeem-ul-Ummat (“The Sage of the Ummah”). Di Iran dan Afganistan ia terkenal sebagai Iqbāl-e Lāhorī (Iqbal dari Lahore), dan sangat dihargai atas karya-karya berbahasa Persia-nya. Pemerintah Pakistan menghargainya sebagai “penyair nasional”, hingga hari ulang tahunnya (Yōm-e Welādat-e Muḥammad Iqbāl) dijadikan hari libur di Pakistan. (Wikipedia)